Terapi Syukur : Setia


"Hal yang paling tidak logis namun paling mengaggumkan di dunia : kasih, kesetiaan, dan rasa syukur"

KASIH : Aku mencintaimu apa adanya !

Sudah beberapa bulan ini dia tidak dapat berbicara. Serangan stroke yang secara mengejutkan menyerangnya di usianya yang masih 22Tahun, membuat semua orang tidak habis pikir. Hingga akhirnya ia harus mulai belajar seperti anak kecil belajar bicara. Dia juga kehilangan pekerjaannya. Pekerjaan dimana ia bermimpi mampu memulai segalanya dari institusi dunia itu. Kini dia hanya tinggal di rumah. Membantu ayah dan ibunya. Beruntung keluarganya berkecukupan, sehingga dia tidak terlalu menderita.
Namun jelas tekanan ini membuat dia galau, dia sempat mengatakan padaku dengan sebuah tulisan di secarik kertas "kamu boleh meninggalkan aku yang cacat ini kapan saja, karena aku yakin banyak kebahagiaan yang menantimu di luar sana" setelah dia memberikan kertas itu, dia meneteskan air mata, walau disertai senyuman.
Aku harus tegar pikirku walau ini bukan perkara mudah, Aku berkata padanya. "Aku sayang kamu apa adanya, bukan karena hal seperti ini aku jadi tidak mencintaimu lagi" Lalu kupeluk kasihku itu. Dalam pelukannya aku mengerti satu hal, bahwa kehangatan dari kasih yang telah tumbuh adalah keabadian yang tangguh, dan orang sering menyebutnya Cinta sejati, atau...'Aku mencintaimu apa adanya' kata para pujangga


KESETIAAN : Hingga ujung waktu !

Sudah setahun aku tetap bersamanya, ditengah kebisuannya yang belum banyak berubah. Dirinya sangat gigih berusaha. Tak satupun terapi wicara dilewatkannya dengan penuh semangat dan mata berbinar setiap dia memandangku. Ketika dia mulai bisa berucap walau terputus-putus dia berkata "ter...ima kas...ih, sa...yang...ku" dan aku akan selalu membalasnya dengan senyumanku.
Selang setahun kemudian, dia mulai lancar berbicara. Walau kadang masih terputus-putus. Ia sudah kembali ke aktivitasnya, walau kini dia memilih membangun bisnisnya sendiri dari nol. Dan hampir setiap malam dia tak hentinya mengirimkan aku SMS atau sekedar telepon untuk berkata "aku takkan menjadi setangguh ini kalau bukan karena kesetiaanmu. Aku yakin kesetiaanmu adalah semangat tak tergantikan dalam hidupku terutama di masa sulitku kemarin. Aku sayang kamu"

SYUKUR (1) : memaknai kebahagiaan serupa syukur

Di satu malam yang spesial, tepat 4 tahun kami berpacaran, di sebuah dinner yang dirahasiakannya sampai jadi surprise yang membuatku menitikan air mata bahagia, dia menambah surprise itu dengan sebuah cincin yang disertai dengan kalimat tanpa gagap "maukah kamu menikah denganku?" Dan aku hanya terdiam.
Lalu aku bertanya padanya "Apa kamu yakin bahwa aku adalah pilihan terbaik dalam hidupmu ? aku bukan manusia sempurna, aku hanya mencoba untuk setia selama ini, dan itu bukan tanpa keraguan" lalu ia menjawab dengan yakin "Kalau saja aku bisa mengetahui masa depanku mungkin aku akan mencari masa depanku, namun aku bersyukur karena Tuhan pernah memberikan semangat tak tergantikan darimu selama ini, bila aku ada di posisimu, mungkin aku belum tentu sanggup, dan karena kamu telah membuktikan pada dirimu dan aku tentang setiamu, maka biarkan hal itu yang membuatku yakin bahwa kamu adalah masa depan itu. Jadi...kamu maukan jadi istriku ?" Lalu aku hanya bisa mengangguk dan menjulurkan jemariku agar ia bisa memasangkan cincin indah itu di jariku.


SYUKUR (2) : Kamu takkan terganti !

Kasihku yang satu-satunya suamiku. Rupanya takdir berkata lain. Lagi-lagi stroke menyerangmu, namun kali ini dia lebih bersemangat hingga kau harus tidur selamanya dan kembali kepangkuan Bapa. Ketahuilah, bahwa 10 Tahun perjalanan pernikahan ini jauh dari cukup untuk mengucap syukur padaNya atas kebersamaan ini. Aku jujur belum sanggup menghadapi hari esok, Putra kitapun masih sering menangis memandangi fotomu. Namun dia seperti kamu, tegar ! Dia sangat bersemangat, dan sambil berkata kepadaku dengan menirukan gayamu "Aku menyayangimu, maka apa adanya kamu tetaplah bersemangat menjalani hidupmu !"
Aku akan berhenti menangis sayang, sebab aku tahu, Tuhan tidak akan pernah salah memberikan jalan terbaikNya untuk kita. Hal yang selama ini aku belajar dari perjalan kita. Bahwa dari rasa sayang kita dulu, aku belajar setia. Dan dari kesetiaan, aku belajar mensyukuri segalanya dengan lebih sempurna. Seperti katamu "Ini bukan akhir perjalanan, walau itu mati sekalipun. Ini hanya ilmu tanpa henti, dan biarkan aku menamainya SYUKUR"

Terapi Syukur : Pahlawan untuk sang kesatria


Disebuah pemakaman bercuaca cerah di halaman belakang sebuah rumah besar di kaki bukit,

Seorang anak memeluk foto ayahnya. Dibelakang foto itu terjepit sebuah buku kusam dengan sampul kulit yang terlihat sudah lapuk. Anak itu berdiri paling depan, berbaju hitam-hitam. Kelopak matanya bengkak tanda dia sudah terlalu banyak menangis. Namun simpul senyumnya kadang terlihat ketika beberapa orang menghampirinya saat upacara pemakaman itu berjalan. Ia hanya sering berkata "ini yang diminta papa, dan dia sudah menerima yang dimintanya, dia ingin terus bersama istananya, ia ingin bersama kerajaannya yang sepi ditempat ini"

Sang ayah adalah seorang Jendral besar. Dia lahir di masa perang kemerdekaan. Dan dia wafat ketika melihat negerinya sudah membangun tanah yang diperjuangkannya. Maka itu dia ingin beristirahatdi rumahnya sendiri...di tanahnya sendiri...Dia meninggalkan kekayaan yang cukup untuk anak semata wayangnya itu. Istrinya sudah tiada, jadi anak laki-lakinya itu akan berdiri sendiri kini. Sebuah rumah megah, aset beberapa milliar dollar, dan sebuah buku kusam yang kini ada pada anaknya. Oh ya...Putranya adalah Anak muda, 20an tahun, sarjana, dan kini sedang memulai hidupnya sebagai 'manusia utuh' kata bapaknya.


Usai pemakaman hujan turun rintik-rintik, tanah bernisan itu basah dan masih memerah. Si anak duduk di depan perapian di dalam rumah...sendiri...karena orang-orang yang biasa membantu di istana itu disuruhnya pulang untuk berisitirahat setelah beberapa hari hiruk pikuk pelepasan jenasah sang ayah. Ia bersandar dengan tatapan kosong. Menerawang ke arah perapian yang bersemangat membakar kayu-kayu di dalamnya.

'Kemana akan kubawa hidupku usai hari ini' , tanya anak itu dalam hati. Kini seisi rumah ini kosong. Membuat rumah yang dulu terasa harus diperluas ini kini terlalu besar untuk ditempatinya sendiri dengan beberapa orang yang bekerja untuk rumah ini. Tanya itu membawanya pada keinginan membaca warisan paling unik yang ditinggalkan ayahnya. Buku, entah ini buku harian, atau apa...yang jelas buku ini kusam, namun bukan buku murah karena covernya terbuat dari kulit. Kalaupun buku ini tak berarti, buku ini sudah berumur lama kelihatannya. Karena ada emboss angka 1950 pada cover buku itu. Buku, yang selama ini tak pernah terlihat oleh si anak di seluruh penjuru rumah. Buku, yang tiba-tiba diberikan sang ayah saat dirinya sedang tersengal menghadapi maut. Buku yang disebut ayahnya 'dari sini kamu akan tahu bagaimana menjalani hidup bagiku...'

"ini adalah kebesaranku !" tulisan sang ayah yang khas dibacanya di lembar pertama buku itu. tulisan itu dominan di lembar pertama ditemani beberapa tulisan kecil yang pudar seperti pernah terkena air. Lalu si anak membuka halaman-halaman berikutnya. Dimana dirinya membaca perjalanan karier gemilang ayahnya di militer hingga satu saat penyakit tua mulai menggerogotinya. Dimasa itu ayahnya lebih sering menulis, dengan sudut pandang berbeda..

Hilang semangat....

"Aku kini tak bisa berlari...langkahku berat, karena bekas luka perangku kini menjadi nyeri reumatik yang tak bisa berkompromi. Orang Belanda saja dulu bisa kuajak berkompromi, namun kenapa badanku sendiri tidak bisa kuajak berokompromi ? Apa keJendralanku sudah tak lagi berguna ? bahkan pada badanku sendiri ?"

Suatu malam di Singapore National Hospital

Lalu dihalaman lainnya...

Tuhan bukan teman yang baik...

"Aku berharap aku bisa sembuh lebih cepat. Aku berharap anakku segera lulus dan membawakan aku cita-cita besarnya menjadi kenyataan. Namun penulis cerita kehidupanku rupanya sedang tidak bersahabat...Dia sedang pelit memberikan kelegaan. Anakku gagal menembus tugas akhirnya...dosen keparat itu rupanya masih mengesalkan. Aku tak pernah meragukan keseriusan anakku. Dia adalah aku di masa mudaku...Aku akan memberikan apapun untuk citanya...pasti..."

Masih di Singapore National Hospital, di hari yang mulai membosankan

Sambil menitikan airmata karena ayahnya begitu bangga padanya, dia membalik lagi lembar demi lembar catatan harian ayahnya, sampai tiba-tiba dia menemukan nama ibunya : Alicia....

Alicia : Ketika aku sadar bahwa Tuhan itu baik hati..

"Ketika aku merasa tak berdaya. Aku malah merasakan bahwa Tuhan itu sangat suka datang di akhir sebuah cerita dengan hikmahnya. Alicia, istriku, dia inspirasiku, dan dia terlalu setia, bahkan ketika sebenarnya dokter mengatakan dia lebih lemah daripadaku dia terus menunjukan cintanya padaku. Selama ini aku hanya paling lama berbaring di rumah sakit tidak lebih dua pekan karena reumatik yang kini sudah mulai bosan datang padaku. Namun dia kini sudah sebulan membisu debekap stroke yang menghampirinya, namun senyumnya masih ada hanya dan hanya untukku. Perempuan yang menemaniku seusai kemeredekaan hingga kini. Dia yang membuatku belajar bersyukur. Aku masih ingat ketika aku mulai sulit berjalan dia membopongku walau kurasa dia juga menahan sakitnya. Namun diasetia...Semoga anakku nanti mendapatkan Alicia lainnya dalam hidupnya..."

Di ruangan lain di Singapore National Hospital

Si anak tersenyum sambil membalik buku itu ke halaman terakhirnya

Pahlawan untuk seorang kesatria

Aku pikir aku hebat. hingga akhirnya aku dirumah ini, dimana aku merasa bukan apa-apa. Setelah tadi aku menghantar istriku ke peristirahatan terakhrinya, aku merasakah bahwa sebagian semangat hidpuku sudah tiada. Dia adalah semangatku. Namun Tuhan menyediakan bagiku lagi kesatria harapan hatiku serupa puteraku. Dia harapan yang menghidupiku di atas kursi roda ini. Namun baiknya kusimpulkan satu hal. Bahwa Aku bukan pahlawan bagi diriku, aku hanya diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin negeri ini keluar dari penjajahan dan itu saja. Selebihnya hanya ada istriku, puteraku dan Tuhan yang menjadi pahlawan hidupku. Istriku dengan cintanya adalah mengapa aku bersemangat. Puteraku dengan citanya yang membuaku bertahan, dan Tuhan adalah pembuat cerita yang takkan pernah salah, pemberi segala yang baik pada waktunya.

Istanaku. tempat dimana aku ingin dimakamakan di sisi istriku

Lalu si anak menutup buku itu. Dan terlelap. menanti esok menatapnya...