Harus sampai disini


Kadang semua harapan harus berhenti atas kenyataan
Kadang, semua impian harus terbangun diatas semua keadaan.
Namun aku tak suka menggunakan kata kadang
Sebab semua itu bukan kebetulan

Bukan kebetulan aku dilahirkan demikian
Bukan sebuah kecelakaan cerita hidup mengarah pada hari ini dan kemudian…

Ah sudahlah…
Rasa itu memang menjejali ni hati…
Namun toh semua itu komplikasi pikir, rasa, hati, dan cerita hidup ini…
dan kini menangkan saja cerita dan pikir biarlah….

Mungkin ini simpulnya….
Ini pilihan melukai atau lukai lebih dalam lagi…
Atas rasa dalam atau lebih dalam lagi…
Dan mungkin semua harus berhenti dengan kata ‘DEMI’….
Mungkin semua…harus sampai disini..

Luar Biasa !

(tentang rencana Ilahi)

Kemarin…ketika aku tak banyak bercerita padaMu.
Aku hanya berkespektasi akan hari ini dan esokku
Dan luka itu dalam, ketika tebakan soal hari esok tak seindah bunga impian.
Letupan tak tersampaikan…kadang aku jadi manusia yang tak bisa santai orang bilang…

Tak banyak berubah hari ini…
Hanya saja kini aku memiliki Sang Kekasih Hati…
Dia Yang Semakin Mesra dengan pengertianNya kalau aku ingin berbagi…
Dia yang Makin Nakal dengan Ide-ide menakjubkan ketika akal ini hampir tak sanggup lagi…

Aku kini mengerti bagaimana harusnya ini…
Ini bukanlah sekedar keindahan…
Yang menuntut diriku tuk mencari bahkan melawan….
Butakan rohku bahwa semua tentang Dia dan kebersamaan…
Tak henti Dia menantiku untuk berbagi dan keberserahan..

Aku akan berbicara dan mendengarkanmu dunia
Namun kini pasti dia tahu bahagia dan keluh ni jiwa
Sebab toh dia yang punya cerita…
Dan dia tahu baik adanya bagaimana….

Jadi untuk apa aku sendiri atau mencari di bumi…
Kalau aku bisa bersamaNya abadi…
Soal nyata bisa hilang ditelan usia
Soal cinta, Dia telah buktikan sehabis-habisnya…
Soal masa depan…dia sudah hadirkan hal-hal menakjubkan di luar logika…
Namun luar Biasa….!

Anugerah



Kata orang kehadiranmu sungguh mengaggumkan

tak ingin rasanya kau hilang....

dan biarkan aku hidup dalam naungan yang megah...

naungan sejumput anugerah....


Namun otak kecilku mulai bercengkrama dengan nalarnya

apa jadinya kalau semua sama jadinya...

indah...cantik..dan jumawa....

tak ada luka...bosan jadinya....


Itulah mungkin kenapa aku ada disini kini

kata nalarku sok gagah di sisi malam yang menertawai

kata sahabatku....

karena sepi kita menghargai companionship itu....


Itu kenapa anugerah tidak sama dengan keindahan kata jiwaku

karena keindahan itu adalah tertawa pada umumnya

sedang anugerah itu bagaimana tertawa dalam setiap inci hidupmu

dan selalu begitu...


mungkin begini singkatnya....

kalau keindahan itu mudah didapat oleh siapa saja

tapi tidak dengan melihat anugerah di depan mata...

karena dia mungkin datang dalam kematian bisa saja...

kematian yang membuatmu tegar dan jadi tangguh seketika...


Karena hanya Tuhan dan masa depanmu yang tahu yang mana anugerah itu

selebihnya manusia harus berjiwa besar menanti hadirmu...

karena yang sempurna itu bukan suka dan duka bagi jiwa

yang sempurna itu bagaimana menalarkan semua sebagai jalan anugerah dariNya

Mengintip pikiran Tuhan


Ini sebuah karya mengenai takdir dari pola pikir jiwa ini
Jadi tak perlu kamu terlalu peduli…
Atau kamu ikuti…
Kembali kepada sikap, pikiran, hati, dan kau punya ideologi…
Hanya mencoba menebak apa maksud Ilahi…

Soal takdir itu sendiri…
Ada yang bilang takdir itu absolut ! pasti !
Ada yang bahkan tidak percaya sama sekali…
Namun aku bilang Tuhan punya kendali…
Tapi manusia punya kebebasan dalam batas yang Dia kehendaki…

Coba lihat orang yang berusaha…
Kebanyakan mereka dapat hasil mimpi selayaknya…
Namun bukan berarti semua dapat mimpinya…
Dan yang tidak,bolehkah dimaksud takdir ‘uji setia’ Tuhan alam semesta ?

Coba lihat masa lalumu yang kau sesali ?
Apa kini seburuk yang kau lihat pada waktu itu terjadi ?
Kurasa tidak, karena sudah ada hari ini..
Sudah ada hari dimana kau tahu ada hal baik sekarang ini…
Dan rahasia itu bolehkah kusebut takdir Ilahi ?

Coba kau lihat kenapa air mata dan doa bisa jadi perubahan luar biasa
Yang mau mati tidak jadi…
Yang hampir gagal, jadi sempurna..
Apa itu keekstriman dari sekedar usaha ?
Kurasa Tuhan sedang melakukan intervensi…

Atau sederhananya…
Banyak hal yang diusahakan dan sesuai rencana…
Ada hal yang meleset karena pertimbangan terlupa…
Namun diluar pertimbangan dan lupa ada nyata…
Bahwa kadang ada yang tidak bisa terjelaskan selamanya…
Yang baik kini, atau buruk kini namun baik masa depannya.
Dan itulah takdir versi saya ketika aku mencoba mengintip pikiranNya…

Takdir adalah jawaban, penyeimbang, dan peranNya..
Ketika sudah usaha..sudah berdoa..dan sudah semua…
Dan terjadi diluar nalar dan logika…
Disana peranNya..dan begitu selamanya…

Ideologi = (otak+hati) - sikap

Aku tak suka membicarakan ini..
Karena ini mudah diucap…
Namun ujudkan sejuta sesak…
Bagi jiwa yang harus memilih ada di kisah seperti ini…

Ideologi itu dasar bagaimana jiwa melangkah memakai raga…
Ideologi itu dasar dari visi-misi besar setiap manusia…
Dia adalah pakem besar yang tak tergantikan kata sebagian mereka
Dia kadang jadi masalah karena kadang menyingkirkan logika

Ideologi itu berkata begini, ya harus begini…
Ideologi itu menolak mentah sesuat…tak menerima kompromi sekalipun se biji sesawi..

Namun bila sudah kau benturkan semua dengan rasa…
Akankah jadi berbeda ?
Hahahah..tidak rupanya…
Ideologi itu nalar tak logis adanya…
Kenapa ?
Karena ideologi membatasi otak untuk berpikir keluar sana …
Sebab ideologi menyesah hati bila mana dia berbeda…

Kalau boleh di analogikan demikian…
Ideologi itu kalimat “harus bersikap dan terjadi begini”
Ketika otak berkata “tapi bukankah tujuannya baik bagi bumi ?”
Dan “tidak !” kata ideologi !
Ketika hati anak perempuan itu menangis bersedih “bolehkah aku mencintai dan memiliki ?”
Apakah tetap selalu “tidak !” kata ideologi ???
Kita lihat kelanjutan kisah ini…

“Kadang ideologi adalah dasar disiplin yang mengaggumkan. Namun ketika ideologi tak berdasar otak dan hati…apa masih ada kekaguman dari seluruh penjuru bumi ? atau tersisa hanya egoisme dan gengsi ?” – Christopher Reginald

Terapi Syukur : Ujud Syukur (melihat masa lalu dengan senyum)

(melihat masa lalu dengan senyum)

“tidak dari semua sudut pandang kehilangan itu menyedihkan !” – Christopher Reginald

Hari ini, di sore yang cerah di kota Jakarta,

‘Dia terlihat murung’, pikirku. Sahabatku itu terlihat lain dari biasanya. Biasanya ia ceria, walau kadang terlalu galak untuk ceria bagi beberapa orang yang belum mengenalnya…hahaha.. Melinda, yah, sahabat seangkatanku yang bersemangat. Hanya ketika ia kurang sehat dia bisa diam sebentar. Namun kini, dia terlihat kehilangan semangatnya.

Aku mendekatinya, dan bertanya “Hei Mel, kok diem aja ? lagi sakit yah?” Dan ia hanya memberikan sesimpul senyum lalu dia kembali menonton pertandingan futsal yang ada dihadapan kami. Oh ya..kami sedang di pinggir lapangan saat itu, menyaksikan teman-teman seangkatan melawan fakultas lain. “Mel, lo ga biasanya kayak orang linglung gini, kenapa sih lo ?” tanyaku dengan nada sedikit tinggi padanya yang tiba-tiba terhenyak mendengar tanyaku. “nanti ya, gw bakal jelasin ke lo nanti.gw mau mencoba mencari mood yang udah ga ada sejak tadi pagi, abis ini selesai deh..ya ?” jawabnya dengan suara yang ternyata parau. Lalu aku hanya membalasnya dengan anggukan.

Peluit panjangpun berbunyi tanda pertandingan sudah usai. Belum sempat banyak bicara dengan teman lain, Melinda sudah menarikku untuk keluar dari kerumunan penonton. Dia mengajakku ke kantin dengan buru-buru, dan hanya arah matanya yang ‘bilang’ dia mau ke Kantin.

Sesampainya disana, dia duduk dihadapanku. Sungguh, wajahnya bukan manusia super bawel yang biasa kukenal. Dia seperti orang yang murung karena tidak bisa bawel lagi seumur. Lalu dia pun mencoba bicara “hmhhh….gw putus…” lalu air mata mengalir deras di pipinya….

Akupun tersentak…sempat tak bisa berkata-kata dibuatnya tepatnya. Namun, toh sebagai orang yang bertanya dan sahabatnya aku harus berbuat sesuatu. “Kok bisa mel ? sering berantem ya ? sabar ya….kan lo masih punya gw, dan temen-temen yang lain…” tanyaku, dan dia langsung menjawab “gak bisa !!!!!!!!! ini beda…kalian emang sahabat gw, tapi dia gak tergantikan sebagai orang yang gw sayang !”

Emang kenapa sih putusnya ?” tanyaku, mencoba mendengar dulu ceritanya. “Gw awalnya yang salah…gw yang egois…lo tau kan seberapa galaknya gw ? tapi…..” lalu isaknya makin menjadi….”udah sabar dulu, udah ga usah dicertain dulu kalau belum bisa, ntar kita ikut anak-anak aja wisata kuliner, biar lo tambah gembul karena makan banyak… kan biasa orang bis putus jadi rakus kan ?” jawabku seenaknya, dan dia pun tertawa di isakkannya yang belum habis sambil mencubit keras tanganku “enak aja lo !!” Dan akhirnya dia bisa tenang dan menceritakan pelan-pelan apa yang sebenarnya menyebabkan mereka putus

Awalnya, sikap keras sahabatku yang satu ini yang dianggapnya membuat sering terjadi keributan. Walaupun memang ada perbedaan mendasar prinsipil yang ada diantara pasangan ini. Namun, ketika akhirnya terucap kata ‘itu’ dari mulut sahabatku, dan dua hari kemudian sang kekasih sudah memiliki cinta yang lain…ceritanyapun jadi lain…..

Yang kulihat, ada seorang sahabat yang masih sangat mencintai mantan kekasihnya…Namun rupanya ada kenyataan pahit di hadapannya. Kenyataan bahwa hanya butuh dua hari untuk menggantinya, yang diperparah dengan kenyataan bahwa seakan-akan sang mantan kekasih masih memberikan harapan dikemudian hari namun tetap masih memiliki dia yang lain disana hingga kini…

Dan aku harus menjawab tanya, mungkin pada kamu semua yang juga meneteskan air mata karena kisah yang sama….
Bolehkah aku dan dia kembali bersama ?” seperti tanya Melinda padaku ? “karena aku tak bisa kehilangan teman…terlalu sakit untuk kehilangan ! apa lagi melihat dia telah mencintai orang lain….” tambahnya.

Aku hanya menjawab apa yang bisa kujawab padanya saat itu… “Jangan sekarang Mel, lo masih terlalu emosional. Jangan biarkan hanya emosi lo yang jalan. Karena emosi tanpa logika itu sama aja egoisme lo selama ini. Dan gw rasa, Tuhan mau mengajak kita berpikir lebih jernih ketika kita diberi kesempatan dapat masalah seperti ini

Tapi gw ga bisa jauh dari dia !” jawabnya mulai meringis lagi. Dan aku mencoba menjawab sebijaknya “Mungkin gw Cuma bisa ngomong Mel, Cuma lo yang jalanin sisanya dan itu pilihan hidup lo.Coba lo pikir kenapa hal ini terjadi ? Kenapa gak kemarin-kemarin ketika lo masih ga sesayang ini sama dia ? in my humble opinion, itu karena Dia mau lo dewasa dalam menjalani beberapa hal dalam hidup lo. Kalau gak gini kan lo ga bisa sadar kalau lo itu galak dan egois kan ?” lalu dia menjawab “tapi…” dan langsung kupotong “itu satu ! KEDUA, coba lo bayangin, apa orang yang dua hari putus terus jadian lagi yang lo kategorikan calon suami idaman lo ? Yakin lo ? ini baru sekian tahun Mel. Ini belum bertahun-tahun pernikahan ! Kalau menurut pendapat gw, lagi-lagi in my humble opinion, Tuhan emang memberikan cerita ini untuk lo lewati, namun apa ini yang terbaik ? siapa yang tahu Mel ?”

Dan sisanya hanya diisi dengan tangis dan diamnya sahabatku itu. Dia berhasil ‘kupaksa’ ikut wisata kuliner, dan sedikit tertawa ketika ada ledekan bahwa makannya banyak, atau membanyak tepatnya.

Setelah itu, dalam beberapa pekan atau bahkan hampir dua bulan kami tidak bertemu. Aku sibuk dengan skripsiku, dan dia magang di perusahaan di pusat kota .

Dua bulan setelah hari ini, di depan komputerku, dengan outlook yang tiba-tiba berbunyi tanda e-mail masuk…

From: Melinda

Sent: Tuesday, July 13, 2008 5:09 PM

To: Casanova

Subject: Thanks sahabat Ur the best !


Dear You,


Wuihh..akhirnya laporan magang gw selesai & apa yang gw gumulkanpun selesai. Nasihat lo waktu itu meneguhkan gw bow. Dan itu yang buat gw menjadi Wonder Woman lagi ! hahahaha.. Btw, lo ditunggu tuh sama saudara lo di kutub...kan lo beruang kan ? hahahahaha. (I'm back right ?) kapan jalan lagi ? gw laper makan sandwich lagi nih...


Oh ya, lo kan suka nulis puisi..Nih gw bales ! kali2 orang gila kayak gw jadi pujangga gt...


RAHASIA SEBUAH TAKARAN


Kata orang perpisahan itu menyedihkan,

kata mereka kehilangan itu menyakitkan...

Yah...

memang tak ada yang luput dari rasa itu dan siksaan...


namun apa iya selalu begitu adanya ?

aku masih percaya Tuhan ada untuk para penyayangnya

dan kini aku benar temukannya...

menemukan kenapa ini semua harus ada dalam cerita...


Hidup itu pertemuan,

dimana Dia yang pilih bersama siapa kamu bisa bertegur sapa

Hidup itu juga sekolah tak hentinya

dimana kadang kamu tak menyangka ulangan sebegitu susahnya...


Namun, seperti pertemuan selalu ada kesan,

dan ulangan juga punya trik dan kunci jawaban...

begitu juga hidup, cinta, dan perjalanan...

kesemuanya punya sisi lain untuk melihat, cara lain untuk memandang


Aku merasa bagai cawan,

dimana aku tak tahu kapan aku penuh atau kekurangan.

Karena Tuhan membuatku layaknya cawan kehidupan


ketika aku terjatuh saat itu...

Aku hanyalah cawan kecil yang kering dan terpukul nyaris pecah...

namun rupanya aku berasal dari emas...

yang memang harus dipukul dan disesah batu...

agar aku makin tangguh dan menyala...

untuk jadi cawan yang dewasa yang kering sendiri pun tak apa..


Dan kini, aku mengerti apa yang dulu tak kupahami

bahwa ketika sesuatu datang baiknya kucerna untuk kini dan juga nanti

supaya aku tak menakar cerita hidup dari ada atau tiada lagi...

namun supaya aku tetap utuh sebagai cawan nurani...

dan soal takaran bahagia dan sdih...

kurasa ini rahasia takaran milik Ilahi...

---------------------------------------------------------------------

Satu lagi...jangan di close dulu ! awas lo ! hehehehe....


KALAU ITU TAK TERJADI

(mungkin aku masih...)


Ketika itu aku sesali itu terjadi

air mata adalah bukti

dan sobatku adalah saksi


namun sesalkah kini ?

tidak ! sebab kutahu kini kenapa harus kulalui


Kalau itu tak terjadi...

aku takkan jadi si tangguh yang bertumbuh sesuai makna Ilahi

aku takkan jadi si syukur yang mengerti Tuhan memang baik hati

dan aku takkan sebahagia ini, karena makin banyak cara untuk mencapai senyum hati


Kalau itu tak terjadi...

Mungkin aku masih jadi orang yang berprilaku kasar

mungkin jiwa masih ringkih dan mudah terpental...

mungkin aku juga masih menangis mengadu dan jadi menyusahkanmu sahabat diri...


Yang jelas...

kalau itu tak terjadi...

aku takkan sampai di hari ini...

dan kamu takkan melihat aku yang kembali berseri !

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Thanks yah !!! GBU !


Aku hanya tersenyum membaca mail itu, tak kubalas karena aku ada pekerjaan,namun aku tahu pasti "Masa lalu bukan untuk disesali, tapi lihatlah dari lain sisi, sebab Tuhan yang memberi indah pada waktunnya bukan cerita basi...hanya...sanggupkah kita belajar mengerti dan menanti ! Itu saja"- Christopher Reginald

Selalu abadi



“selalu ada waktu dimana yang lain sudah merapatkan pintu,
Selalu ada hati, yang menenangkan lelah jiwa saat sendu,
Selalu ada nalar bijak ketika keruh imajiku…
Selalu ada sahabat-sahabatku ketika mungkin aku melupakan dirimu!”

Di satu pagi tanpa cerita istimewa…
Ketika langit Jakarta samar-samar hantarkan teriknya seperti biasa…
Aku menerawang dikeramaian…
Ke masa itu…hingga aku kembali ke masa sekarang…

Di hari itu yang juga sederhana, namun kini berkesan..
Ketika kita saling berucap “kenalkan”…
Dan akhirnya terucap kata ‘teman’
Yang ntah mengakar entah di makan waktu hilang

Namun perjalanan lanjutnya jadi bukti yang beda…
Ketika aku terpuruk lenganmu adalah tempat aku menggantungkan senyum & rasa
Saat kau berduka kubalas dengan canda yang memancing sekelumit bahagia
Dan kita telah membuktikan bahwa kita adalah sahabat bukan teman semata…

Kau tahu aku sepenuhnya…
aku telanjang di depanmu tanpa jubah bernama rahasia…
bahkan ketika rumahmu tak mengenalmu
dari balik kegelapanpun aku tahu itu kamu…

Dan semua terus begitu…
Hingga sampailah kita di ujung gudang ilmu…
Semua meneteskan air mata suka, seakan ini perpisahan…
Namun kita tetap tertawa, karena yakin jarak ini akan buktikan…
Bahwa sahabat sejati ada dalam bukti bukan sekedar imaji…
Jadi prioritas kedua namun penasihat utama….
Akan selalu ada disini, dan tak harus berbalas harus ada disana ketika aku duka…
Karena sahabat berharga karena mereka tanpa tanda jasa pasti…

Kembali ke pagi ini…
Dan ketika terik itu mengusik terawangku di perjalanan pagi ini…
Ketika dering teleponku memecah hening pikir ini…
Dan layar memamerkan “Sahabat Sejati”
Aku yakin benar kali ini…
Bahwa memang kita saling tercipta untuk ada dan menghantui dengan tawa hidup lainnya…
Suka, duka, hanya cerita sederhana yang harus dilalui bukan ?
Selebihnya…kita sahabat sejati…
Semoga hingga salah satu dari kita kembali pada pangkuan….
Karena kurasa ini selalu abadi…

Untuk sahabat-sahabat terbaik dalam hidupku !

Harga sebuah kerinduan

(tentang kerinduan seseorang pada Bundanya)
Disaat diri belum lama terjaga dari lelah keringat tuk berkarya....
disaat pagi mulai menerobos masuk lalui celah dengan cahayaNya...
membangunkanku...menyadarkan aku ini sudah hari berikutnya...
Senyap ruang mengingatkan aku....
pada aroma coklat hangat khas disetiap pagi di saat-saat itu...
yang paling istimewa...dibanding semua penjajak rasa di antero dunia..
aku berkata paling istimewa...karena apa ?
bukan..bukan karena ujudnya...karena ujudnya hanya bergelaskan sederhana...
bukan..bukan juga karena toppingnya..karena toppingnya hanya sebuah senyuman penuh makna...
Namun karena keyakinan mengatakan padaku...
Bahwa kehangatan coklat itu sempurna, karena diaduk dengan tulus, dan ditoppingi kasih tak tertara.
Hmhh...Bahagianya....

Lalu kuangkat ragaku menuju peradaban hari ini...
mengarungi hari..
menempa makna...
menggapai cita....
hingga akhirnya malam kembali tiba....
begitu saja....
bermakna, namun kurasa tak sempurna...
hingga ketika kembali pada renungan malam tanpa jiwa...
aku mengerti seberapa berartinya adanya disana...
kadang tetes air mata menemani, karena padanya biasa aku berbagi, di malam seperti ini yang kini sepi...
kadang aku tersenyum, mengenang betapa marahnya dia ketika jarum pendek sudah melewati langit utaranya dan aku belum pada tempatnya...
semua mencampur menjadi satu makna tak terjelas kata...

Tanpanya, aku takkan pernah jadi 'siapa'
bila tidak dengan kasihnya, aku tak memiliki kelembutan layaknya dirinya...
bukan karena amarah khawatirnya, aku bukan ketegaran yang berdiri sekarang dihadapan dunia...
dan akupun yakin dan percaya...
bahwa doanya selalu ada untuk tiap langkah kaki ini agar berjaya...
kesepian dikalahkannya untuk biarkan jiwa ini menggapai mimpi yang mungkin dulu tak dapat diraihnya..
dan senyum selalu ditorehkannya ketika raga lelah ini kembali padanya dalan senyum atau dukanya..

Karena itu aku ingin ada disana...
sebab itu aku ingin bersamanya...
menikmati saat dimana aroma coklat itu datang di pagi hati...
atau ketika ia mendengar keluh kesah rasa ini...
bahkan ketika aku harus menunduk karena malam mulai tertekan pagi yang mau datang ditemani amarah bunda pada diri...

Semua...
yah...
semua itu sempurna....
dari mata yang kini jauh dari sana...
dan buatku ini adalah suatu yang berharga...
begitu juga Bunda yang selalu berharga di hati dan jiwa...
Yah...Bunda yang tak tergantikan...
bahkan oleh sebuah kerinduan...

Doaku bersamamu, dan menyertaimu pula Bundaku....

Untuk sebuah Impian



Bukan kebetulan semua ada saat ini…
Ada jiwa di sisi…
Ada sahabat yang menemani…
Atau sekedar semilir angin yang berhembus saat terik membasahi bumi…

Segala keadaan yang lebih sering dinamai kebetulan…
Sungguhkan demikian wahai Tuhan cerita kehidupan ?
Atau sesungguhnya ini adalah karya maha sempurna ?
Tentang tiap jiwa…tentang tiap langkah tercipta….

Tak sederhana menjelaskan bagaimana aku jadi dewasa
Tak mudah mendefinisi bagaimana kamu tumbuh kesana…

Namun semua ada untuk maksud dan tujuannya…
Dan setiap semangat jadi keindahan dari pencapaian itu semua…
Ditemani kepedihan yang menandakan gagalnya sebuah cita…

Semua…
Yang ada…
Adalah cerita…
Yang dengan semangat dan tangisan mewarnai dewasa….
Hingga semua sampai pada ujungnya…
Dimana setiap jiwa berkata dengan meyakinkan…
Bahwa ini semua bukan kebetulan…
Ini semua terjadi untuk sebuah titah kebaikan…
Buat manusia….ini sebuah ada untuk memenuhi sebuah impian…

Terapi Syukur : Ketidaksempurnaan yang Sempurna (2)


TIGA
Uluwatu : Kesempurnaan yang sederhana atau kesederhanaan yang sempurna ?

Hari kedua di Bali . Aku bangun cukup siang karena kemarin aku baru kembali pukul satu dini hari. Hari ini aku berencana menghadiri pernikahan sahabat lamaku di Uluwatu. Belakangan ini uluwatu memang jadi tempat melepas lajang idaman orang-orang. Ntah kenapa. Aku jarang kesana. Kalaupun aku kesana, biasanya tujuanku adalah pura, tak lebih…


Usai berpakaian, aku langsung bergegas karena waktu menunjukan pukul 09.00 WITA, sedangkan acara dimulai 09.30WITA. Untungnya kau bisa mendapat taksi dengan mudah dan jalanan lengang (karena bukan libur mungkin) dan aku sampai 5 menit sebelum acara.


Luar biasa ! ketika aku sampai disana, aku sempat merinding melihat sisi lain uluwatu. Sama masih berupa tebing2 menatap pantai yang menantang. Namun sisi ini mengundang naluri siapapun untuk mengagguminya. Tata rapih bangunan modern dengan kaca-kaca yang dipadu rangkaian bunga-bunga putih menemani menakjubkannya alam uluwatu. Pasangan berbahagia berpakaian modern putih-putih sederhana tak hentinya membagi senyuman dan kebahagiaan. Tamu-tamu rapih dengan makanan dan minuman di tangan mereka. Yang ada hanya gelak tawa dan senyuman.


“Apa kabar ? selamat ya !” Ucapku pada Aria sahabatku itu..lelaki yang mungkin 6 tahun lebih tua dariku. “terima kasih, boss, datang jauh-jauh dari Jakarta ” balasnya, dan ditambah istrinya yang berkata “wah, doa dan niatnya dalam nih, kami pasti sangat bahagia mas datang, silahkan loh” dan akupun berbaur dengan beberapa teman yang familiar. Teman-teman lama, tak pernah habis cerita bila bertemu mereka..


Bila diingat, Aria adalah ‘pejuang hebat’ di kampus dulu. Dia bukan orang kecukupan. Walau tinggal di asrama, dia harus memberikan lebih dari 1 les pelajar pada lebih dari 1 anak bimbingnya setiap hari di luar kuliahnya yang selalu full sks. Perantauan anak petani bali yang mengaggumkan. Lebih mengaggumkan lagi, kalau dipikir-pikir dia adalah sumber gelak tawa anak-anak sepergaulan kami masa itu. Dan kini…7 tahun usai wisuda balairung yang terlalu penuh seperti biasa, yang ada di hadapanku adalah Bapak Aria, Direktur kenamaan sebuah institusi keuangan asing, dengan istri cantik yang dipacarinya dari Asrama dulu di Depok.


‘Hebat !’ pikirku. Dia sudah mencapai apa yang diimpikannya. Sukses mengangkat harkat keluarganya secara ekonomi. Menikahi orang yang dicintainya. Apa lagi yang dicarinya ? Aku ingat dulu ketika aku bertanya padanya ‘bagaimana dia memanage waktu kuliah padat dengan les-les yang diberikannya’, dan jawabannya hanya “aku tahu di satu hari nanti aku akan mencapai mimpi-mimpiku. Ini hanya caranya”


Kini orang yang bermimpi itu telah memperoleh semuanya. Orang yang tak memperdulikan rasanya sesaat telah meraup citanya. Dan semua itu sudah sampai pada ujungnya. Yang kupertanyakan satu hal. Apakah kesempurnaan itu sederhana ? atau Kesederhanaan itu adalah kesempurnaan ? namun semua memang harus dijalani dengan gigih, syukur, dan apa adanya rupanya. Paling tidak itu pesan tentang keindahan pernikahan sahabatku dan perjalanan hidupnya.


“Kini orang yang bermimpi itu telah memperoleh semuanya. Orang yang tak memperdulikan rasanya sesaat telah meraup citanya. Apakah kesempurnaan itu sederhana ? atau Kesederhanaan itu adalah kesempurnaan ?” – Christopher Reginald

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- EMPAT
Dreamland : Keindahan ≠ Mimpi ?

Usai menghadiri pernikahan temanku dan menghabiskan hampir sebagian isi memory kameraku dengan foto-foto, tanpa melupakan menghabiskan makanan yang terhidang tentunya. Aku memutuskan untuk tidak langsung kembali ke kuta, aku ingin menuju Dreamland yang tersohor dengan pantai ekslusif itu. Karena waktu juga sudah menunjukan pukul 16.00 dan sebentar lagi sunset. Tentunya obyek foto akan banyak disana. Lagi beberapa teman juga akan kesana.


Jadilah aku ikut salah satu sahabatku dengan kijangnya kesana. Perjalananpun hanya butuh waktu 10 menit. Semua rombongan kami berjumlah 8 orang. 5 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Sahabat-sahabat lama yang ingin bersuka ria bersama pikirku.


Sesampainya disana, kami berusaha mencari sewaan kursi pantai untuk duduk-duduk dan menjadi base kami, namun hampir semua penuh..jadilah aku teringat mencari penyewa tikar yang waktu itu. Berharap mendapatkan beberapa tikar dengan lebih mudah. Setelah bertanya-tanya, akhirnya aku diantar kesebuah warung di ujung jauh Dreamland.


Disana aku bertemu langsung Ibu itu. “Eh adik, masuk-masuk, disini ini tempat ibu.Jadi mau pinjam tikarnya ?” Jawabku menekankan, “sewa bu, jangan pinjam...” sambil ikut masuk kedalam…. Didalam, kulihat warung kecil itu adalah rumah mereka. Mereka tidur berhimpitan kurasa. .Ketika dia memberikan setumpuk tikar untuk dipilih, aku berkata “tiga buah saja bu, jadi berapa ?” dan dia menjawab “terserah saja, kan saya malah janji memberi gratis. Paling ini juga buat anak-anak jalan-jalan” Lalu aku bertanya, “Memang kenapa bu ?” dan ia menjawab “Anak-anak lagi ingin keliling namun, susah karena yang kecil masih sakit ongkos angkutannya jadi mahal”. Sambil memberikan dua lembar dua puluh ribuan aku permisi tanpa bertanya lagi, dan hanya mengucapkan terima kasih karena senja hampir tiba.


Sekembalinya, seusai menggelar tikar, aku sudah berkumpul dengan teman-temanku dan menghabiskan waktu dengan kamera dan senja hingga Dreamland yang mengagumkan itu menggelap. Banyak photo bagus dan gelak tawa yang kuhabiskan di sini. Sungguh menyenangkan. Alam yang indah, bahkan bisa kusebutkan mengaggumkan. Apalagi bersama teman-teman. Sempurna. Liburan yang menyenangkan…pikirku


Usai langit benar-benar hampir kehabisan terang kami akhirnya memutuskan untuk pulang, kami sama-sama berjalan menuju warung Ibu Marti untuk mengembalikan tikar. Sesampai di sana , di depan warung pria sebaya bu Marti sedang mencoba memapah sambil mengajari seorang anak berjalan di hari yang hampir gelap di bawah lampu petromag. Dan aku menyapanya “Pak, ini mau kembalikan tikar ke Ibu.” Dan Ia menjawab “Oh iya taruh saja di bawah dik..Ibu…ini ada yang kembalikan tikar” Teriaknya kedalam.


Lalu Salah satu temanku bertanya pada bapak itu “adiknya sakit apa pak ?” karena sepengelihatanku anak itu berkaki lemas sehingga harus memakai tongkat sebelah. Jawab bapak itu “pengapuran tulang kata dokter, jadi harus dibelajari berjalan sendiri. Kalau terapi mahal…”, lalu adik kecil itu berkata pada bapaknya "tapi kalau sudah bisa jalan kita jalan-jalan ya pak. Ke kuta, ke Denpasar, lihat kota" lalu bapaknya menjawab pelan "Insya Allah ya nak, kalau rejeki kita sedang cukup, pasti kita pergi, tidak perlu tunggu kamu bisa jalan benar"

Ntah darimana datangnya ide gila teman-temanku. Tiba-tiba salah satu temanku, Doni menarikku yang sedang membantu Bu Marti merapikan tikar sewaan tadi, dan dia berkata "Bagaimana kalau kita ajak mereka jalan malam ini ? Mobil kan bisa diatur, aku ada mobil di hotel yang bisa jemput kita untuk tambah mobil ? Vera terharu tuh melihat keluarga ini" Ucap Doni sambil menunjuk Vera, dan Aku tersenyum, dan bilang "Let me try"

Lalu aku berbicara dengan Bu marti dan Suaminya (yang rupanya bernama Pak Wiasa), dan merekapun setuju. Tujuan Kami, Jimbaran lewat Denpasar.

Kami sudah diperjalanan sekarang, ketiga anak Ibu Marti terutama si kecil, selalu memandangi luar dengan kagum. Tak habis-habisnya dia bertanya "Bapak, Ibu, itu bangunan apa ? itu benda apa?" Aku serasa menyesak dalam hati. Keindahan yang mereka lihat di halaman mereka rupanya tak semenarik apa yang mereka lihat malam ini. Isolasi daerah mereka telah membuat mereka mengaggumi keindahan lain. Seperti orang Jakarta mengagumi Bali mungkin.

Di Denpasar, Kami berdelapan sepakat memberikan anak-anak itu mainan kecil yang berbaterai sehingga bisa dipakai sebagai remote control. Betapa senangnya anak-anak itu. Bu Marti sempat menangis sambil berterimakasih pada kami samapi-sampai memeluk Vera yang memang terlihat paling berniat.


Dan malampun kami habiskan dengan makan di jimbaran. Di salah satu restoran biasa. Kami semua makan lahap, namun aku kagum ketika tiba-tiba sebelum makan si Ibu menegur anak sulungnya untuk berdoa. Memimpin Doa keluarga. Kami yang tadinya siap menyantap berhenti. dan ikut menunduk doa sambil malu-malu.

Usai makan, kami semua bersiap ke mobil, ketika si kecil berkata padaku dan teman-teman dengan keras "Kakak-kakak, terima kasih ya...robotnya bagus...aku suka...makanannya enbak seperti yang di bawa bule-bule dari luar negeri...dan makasih atas semangatnya ya...aku janji kalau kakak-kakak datang kerumah lagi aku sudah bisa berjalan. Janji.!!! Kuat seperti Robot ini" sambil menunjuk robot digenggamannya.

'Ya Tuhan...' pikirku, 'Anak ini punya semangat yang luar biasa. Dia tetap pemimpi kecil yang mengagumi kota lebih dari keindahan di depan matanya di Dreamland, namun dia punya mimpi serupa janji yang indah. Untuk berdiri ! walau kurasa itu sulit, namun tak sedikitpun matanya memancarkan keraguan (walau mungkin dia tak tahu apa yang dihadapinya), namun itulah semuanya..Kesempurnaan dari ketidaksempurnaan yang ada'

Oh ya...akhirnya kami mengantar mereka pulang, dan Aku diantar pulang oleh Doni dengan Tawaran tikar gratis seumur hidup.

Semua sudah kujalani dua hari...Dua hari yang mengaggumkan..sebelum esok pagi aku terbang ke Jakarta...
Dengan kesimpulan tak berujung yang berarti....Bahwa yang sempurna itu menghargai ketidak sempurnaan, dan menghidupinya dengan sempurna !


"Anak ini punya semangat yang luar biasa. Dia tetap pemimpi kecil yang mengagumi kota lebih dari keindahan di depan matanya di Dreamland, namun dia punya mimpi serupa janji yang indah. Untuk berdiri ! walau kurasa itu sulit, namun tak sedikitpun matanya memancarkan keraguan (walau mungkin dia tak tahu apa yang dihadapinya), namun itulah semuanya..Kesempurnaan dari ketidaksempurnaan yang ada" - Christopher Reginald

Terapi Syukur : Ketidaksempurnaan yang sempurna (1)

Dalam sebuah perjalanan ke pulau dewata.. Bali …

Semua berawal ketika pesawatku baru saja mendarat dengan selamat di Ngurah Rai. Perjalanan yang akan kumulai sekerang untuk liburan singkat tiga hari dua malam ini. Cuaca hari itu cukup sejuk untuk ukuran Bali . Matahari malu-malu menyambangkan teriknya dibalik beberapa pohon kelapa yang mendayu-dayu di lapangan parkir Bandara Internasional itu. Tak banyak yang kulakukan, ambil bagasi…….keluar….dan mencari kendaraan untuk menuju penginapan yang sudah kupesan dari Jakarta . Sesampainya disana, aku beristirahat sejenak, merebahkan badan, hingga tak sadar aku terlelap. Ketika terbangun, waktu sudah menunjukan jam 17.00 WITA. Waktu yang tepat untuk berhambur keluar menikmati senja di Kuta. Oh ya…jarak hotelku dengan pantai hanya 5 menit jalan kaki, jadi aku bergegas kesana, hanya berganti pakaian, dan membawa kameraku.

PERTAMA
Kuta : Yang Kuasa memberikan secukupnya

Tak banyak orang hari ini rupanya. Hanya beberapa gerombol orang yang biasa masih ingin berenang dan berselancar di Kuta. Aku juga tak begitu tertarik untuk masik ke air. Incaranku hanya matahari senja yang memerah nanti sebelum ia pergi. Incaranku bersama kamera kesayanganku.
Aku duduk di pasir yang kosong sedikit ditengah, ketika seorang ibu tua menawarkanku menyewa tikar, “Tikarnya dik, sepuluh ribu, sampai sunset habis”…’Rupanya dia sudah hafal bahwa orang yang hanya memegang kamera tanpa berpakaian renang, hanya akan ada disini sampai matahari tenggelam’ pikirku. “Boleh, bu, satu tikar saja.” Jawabku sambil mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu. Lalu aku duduk diatas tikar yang disewakan ibu itu padaku.

Senja sudah makin memerah, akupun tenggelam dalam dalam lensa dan kameraku, hingga cahaya mentari mulai ditukar dengan gemerlap lampu jalanan dipinggir jalan dibelakangku. ‘Sudah cukup untuk sore ini’ pikirku. Aku merapikan kameraku, dan membersihkan tasku yang sedikit kena pasir. Lalu kulipat tikar yang kududuki. Usai kulipat, aku mencari ibu penyewa tikar ini.Ah, rupanya dia ada di bawah sebuah pohon, sedang merapikan setumpukan tikar, bersama beberapa penyewa tikar lainnya.

Aku menghampirinya, lalu mengembalikan tikar itu padanya. “terima kasih bu”, “sama-sama dik” jawabnya cepat, lalu dia terlihat tergesa berjalan menyusuri pantai karena hari terlihat kian gelap.

Aku berjalan menyusuri pantai, kearah penginapanku. Lalu aku bertemu ibu penyewa tikar itu lagi, padahal langit sudah benar-benar merona hitam di udara. “Belum pulang bu ?” tanyaku sekedar basa-basi. “Belum dik, tikarnya masih kurang dua. Tadi ada di sebelah sini, mana orangnya belum bayar lagi.” Jawabnya, dengan wajah yang sebenarnya terlihat sangat lelah. Ntah, ada apa denganku hari itu, “mau saya bantu angkat atau jaga tikarnya dulu bu ? Jadi ibu bisa cari dengan lebih ringan dan cepat, kebetulan saya tidak buru-buru

Wajahnya sempat sedikit ragu, namun akhirnya dia mengangguk lalu menaruh tumpukan tikar yang kurasa jumlahnya lebih dari 15 buah itu di pasir, lalu dia berkata “titip ya dik” sambil bergegas kembali mengitari pantai kuta yang besar itu.

Aku hanya duduk diam diatas tumpukan tikar sambil menghadap laut yang berdebur tanpa cahaya di depanku. Seperti biasa, kuta diwaktu malam itu sunyi, apa lagi hari ini bukan hari libur. Kebetulan hari ini juga hari selasa…..Aku menunggu cukup lama, tadi terakhir kulihat jam tanganku waktu masih pukul 18.45, sedangkan waktu sekarang sudah pukul 19.30. Jujur aku mulai keroncongan, namun ntah kenapa lagi-lagi aku berpikir, mungkin Ibu itu bisa jauh lebih keroncongan setiap harinya kalau dua tikarnya itu hilang. Bukan hanya hari ini !

Masih diatas tikar, 19.48 WITA. Dari kegelapan dari arah jauh, ibu itu datang. Dia kulihat membawa selipat tikar. Lalu ketika dia mulai dekat, aku bertanya “ada bu tikarnya ?”. lalu ia menjawab dengan riang. “Cuma satu sih dik, tapi tidak apa-apa, yang penting hari ini ada rejeki dari sewaan, dari adik kan juga ada sepuluh ribu lagi, tanpa ditawar lagi.” Senyumnya merekah, lalu belum aku membalas dia sudah bicara, “makasih ya dik, sudah dijagain tikarnya, sebagai hadiah, besok kalau kesini lagi pagi atau sore, cari ibu saja, ibu kasih pinjam tikar, gratis, ndak usah bayar seharian”. Aku jujur tercekat saat itu, hanya mulut bawelku yang membalas kata-katanya “wah, terima kasih sekali bu, tapi jangan dong bu, kan tikar ibu sudah kurang satu, kalau saya dikasih pinjam gratisan, kurang satu lagi dong besok ? mending saya jadi pelanggan setia saja kalau besok atau lusa saya foto-foto lagi di kuta, ya ga bu ?” Sambil merapikan tikarnya dia menjawab “Saya sudah titip tikar ini ke adik lebih sejam, tidak hilang satupun dik, itu berarti adik sudah setia tanpa pamrih. Rejeki mah ga kemana dik, saya punya 20 sekarang tinggal 19. Saya titip 19 tetap 19, itu berarti adik sudah kasih kesempatan saya dapat rejeki dari 19 tikar saya, kalau Cuma satu saya kasih pinjam, dan tidak mungkin hilang karena dititip 19 saja adik setia, kenapa saya harus ragu ? toh belum tentu hari itu lagi ramai kan ? atau adik mungkin ke Dreamland saya juga ada sewaan disana, gantian sama anak saya

Aku hanya tertegun, jujur aku terdiam dengar jawabannya. “Iya sih bu….” Hanya itu yang keluar dari mulutku, karena dia sudah melanjutkan bicaranya “Saya permisi dulu dik, anak-anak menunggu di rumah, main-main ke rumah saya dik kalau ke Dreamland. Rumah saya dekat dari sana . Yah…gubuk sederhana, namanya juga hanya penyewa tikar…” “oh ya bu ? mungkin dua tiga hari lagi saya mau kesana. Nanti saya cari ibu deh” jawabku seenaknya. Lalu sambil bergegas dia berkata “cari saja Ibu marti, atau Tanya rumah ibu marti kalau saya tidak ada. Nanti pasti ada yang bantu dik…” Lalu ia bergegas berjalan, dan akupun menuju jalan raya kuta untuk segera mencari makan malam. Lapar perutku sudah mulai mengganggu, namun sebenarnya hatiku sudah kenyang hari ini. Pelajaran berharga hari ini kudapat, bukan dari balik lensa, namun dari balik pemikiran seorang penyewa tikar gulungan di pantai Kuta.

“Tidak…bukan karena keriangan aku setia pada Tuhan, Aku taat padaNya dalam sebuah bentuk rasa, sebentuk keriangan atas rejeki dan peluh yang secukupnya…apa adanya…” – Christopher Reginald

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KEDUA
Legian : Keteguhan mengubur tangisan

Usai mengisi perutku hingga kenyang, aku kembali ke penginapan. Hampir 1 jam aku merendam badanku di bak mandi, merenungi betapa aku ini bukan apa dibanding ibu penyewa tikar itu. Terutama dalam hal syukur. Aku adalah jiwa yang diberi kelengkapan raga bahkan harta namun tidak punya perbendaharaan makna sebesar dia. Makna yang tak dapat kuhabiskan dalam pikiran dalam satu jam itu.
Usai berendam, dan berpakaian, aku mencoba tidur. Walau waktu masih menunjukan pukul 22.00 WITA. Itu berarti, masih jam Sembilan malam di Jakarta , dan orang seperti aku tidak akan mudah tertidur dengan waktu ‘sepagi’ itu.

Ah…akhirnya kuputuskan untuk mencari udara segar di luar. Namun jalanan kuta masih penuh sesak dengan orang lalu lalang. Hingga akhirnya aku putuskan untuk melawan arah, yah…”Legian!” pikirku merupakan tempat yang kujadikan pilihan menghabiskan malam hingga kantuk datang.

10 menit berjalan, akhirnya aku sampai di Legian. Dari jauh aku sudah mendengar hangar bingar klub-klub di sepanjang Legian, namun kameraku seakan tidak mengajakku kesana. Dan memang aku tak kesana, aku lebih ingin ke monument Bom bali di daerah ini. Dan dalam beberapa menit monument itu ada didepanku. Terang benderang…Putih…dan ditengahnya batu nisan besar tertulis nama-nama korban. Walau aku sudah lebih dari sekali kesini, namun rasa ‘yang sesak’ itu tetap ada. Iba, menyedihkan, kesal, semua bercampur aduk. Hmhhh…

Aku duduk di pinggir ujung monument. Kusiapkan kameraku, dan tripod untuk memfoto dengan harapan bisa mengambil gambar dengan kecepatan lambat, agar aku memperoleh gambaran orang lalu lalang, dan bentuk air mancur di tengah monument dengan cara berbeda.

Asik memfoto, tiba-tiba ada sosok yang mengusik focus kameraku. Seseorang dengan lengan baju sebelah tanpa tangan, menaruh sekarangan bunga mawar putih di kaki monument dengan tangan satunya yang utuh. Sosok perempuan yang kelihatannya warga Negara asing karena perawakannya yang besar dengan rambut pirang menggambarkan itu. Ketika ia menaruh sebuah surat , refleks aku memotretnya…’Sebuah sentuhan kasih dari orang yang mungkin banyak merasakan perih’ pikirku, kalau aku harus memberi photo ini judul nantinya. Lalu ia berdiri…Berdoa kelihatannya, karena matanya memejam…3-5 menit dia berdoa, dan ketika matanya terbuka, airmatanya mengalir setetes di pipinya. Sambil ia mengecup tangannya dan menempelkan jarinya kesebuah tulisan nama di nisan.

Ntah apa lagi yang membuatku nekat, dan ikut campur urusan orang. Kuhampiri perempuan itu dan “excuse me, can I talk to you in a moment ?” Lalu dia menoleh padaku dan berkata “Yes, what can I do for you ?” .Ntah darimana datangnya membuat aku bertanya “You look familiar with this monument, and you look so deep when you’re pray, do you have any memory here ? Sorry for asking this question, if this question disturb you. You look different from others, for me as photographer at least.” Dia, tersenyum, dan menjawab tanpa sedikit kesedihan sedikitpun di tatapannya. “I was here when it’s happen, but I’m alive. My husband hug me in that moment, so his body is crash by the power of explosion but also save me. Only my left hand must be amputate because doctor say my left hand bone is cant be helped” Aku tak bisa bicara..jujur aku terdiam…terkaca tepatnya… hanya ada beberapa patah kata…”I….I’m sorry, to ask you this….que
That’s fine, I’m proud to tell everyone this story. Maybe for some people it’s a hard and sad story, but not for me anymore. I believe, that last hug is specially for me from him and Him with capital ‘H’. Every one came here for empathy, but now I came here for celebrate my Anniversary with him today.” Jawabnya tiba-tiba memotong pembicaraanku. Jawaban yang membuat aku seakan meleleh dibuatnya.

Namun, rasa ingin tahuku lebih besar rupanya. Aku memutuskan untuk bertanya padanya lagi “So, you do this every year ? What kind of mind that make you don’t sad ?” Senyumnya lagi-lagi melebar, dan dia menjawab “I’ll try always to do that, but its not easy, I’m from Finland , its so expensive to came here, even once in a year.” Aku memotong, “Oh ya, I’m Reggy, I’m from Jakarta , Indonesia , nice to meet you” Dan dia menjawab “Roweina, nice to meet you to…So I wasn’t answer your last question right ?” dan aku hanya mengangguk. Sambil merapihkan tas yang ada di punggungnya dia berkata “As a human, I must be sad losing my husband and my left hand in this way, but, as a wife I’m happy in another side. This accident made me know how much my husband Love me, how much God still want me alive, that’s why I’m happy. For me, tears is just part to make us respect smile in some reason and smile is considerable solution for any tears. So If You can smile, and made him in heaven smile, why should you cry ? right ?

By the way, I should go. My flight is tomorrow morning at 4am to Finland via Hong Kong, nice to meet you again, have smile, and believe your tear for smile, man” Dan tak sempat aku berkata apa-apa, dia sudah memanggil taksi untuk pergi entah kemana.

Dan aku ??? mungkin aku tak dapat banyak bicara, dan kalau boleh merevisi judul photoku tadi, bolehkah aku menggantinya dengan ‘senyuman air mata = air mata senyuman’ ?

“tears is just part to make us respect smile in some reason and smile is considerable solution for any tears”-Christopher Reginald

Memadamkan segenggam harapan

Akhirnya kita akan sampai pada suatu hari yang biasa…
Pada suatu hari yang kehadirannya mungkin tak pernah diingini….
Dimana jiwa penuh harap harus berhadapan dengan logika…
Berhadapan pada masa dimana tak mungkin terjadi hari ini…

Pada hari dimana semua orang harusnya menyisihkan hari untuk Tuhannya
Disana jiwa mengurai sepi dengan tanya dari dalam hati..
Tanya tentang rasa…tentang siapa aku ini sebenarnya ?
Dan seberapa pantas perjuangan itu ada…

Ini bukan lagi terpaksa… walau jujur ini luka…
Ini mungkin tak titikan air mata, namun ini jelas masih menyesah jiwa untuk terjaga lebih lama….
Bertanya dan menerima…
Bahwa nyawa ini berharga…namun tetap tak bertahta….

Secara sederhana dalam kata…
Jiwa ada pada tempat di hatinya…
Dan bayangnya tetap ada di singgasana yang sepantasnya…
Namun semua terbatas kata ‘tak harus memiliki’

Bila rasa itu serupa api,
Mungkin aku harus memadamkan obor abadi hati…
Bila harus kukumpulkan kembali hidup yang sendiri…
Diri layaknya mencari segenggam pasir di tepi lautan tanpa tepi..

Memang jiwa masih disini…
Tak bergeser kemanapun ni hati…
Namun semua memaksaku harus tetap menuju layar selanjutnya sang kehidupan…
Dan kini tersisa Tanya ?
Baiknya aku bertahan ?
Atau biarkan kupadamkan segenggam harapan ?
Karena keduanya kata logika…Menyakitkan…

Andai kau dengar nelangsa ini,
Izinkan aku rasakan pelukmu…
Biarkan aku mengecup rasamu….
Walau ini tetap kisah tak bertepi…