Untuk Jiwa Seperjalanan



“Sebab aku lebih takut kehilanganmu daripada kehilangan mimpiku. Karena mimpi harus diraih dan kamu tulus ada disitu.
Oleh karena aku ingin berkata jujur dan tulus, sebab posisimu tak layak kubohongi dengan apapun itu
Karena persahabatan ini berarti untuk orang sepertiku, maka aku ingin LEBIH mengasihimu
Sebab kamu berharga dan aku ingin MENCOBA menghabiskan hidupku bersamamu” – Christopher Reginald



SAHABAT : Bertumbuh & berpeluh

Aku sempat berpikir. Apa ada orang di dunia ini yang benar-benar mengerti terhadap yang lainnya ? dan aku menemukan jawaban sederhana. TIDAK ! dan tidak akan pernah.

Seperti segerombolan anak-anak nelayan dipinggir pantai berpasir putih. Mereka mungkin sesama penerus generasi nelayan. Ada di kampung yang sama, di peradaban yang sama. Namun mereka dilahirkan dari latar berbeda. Budaya, suku, agama, hingga cara berbicara ibu dan bapaknya.

Lalu apa arti kata teman atau arti ‘sahabat’ bila memang lebih tinggi kastanya ? yah…kutemukan satu hal untuk hal ini. Sahabat memiliki dua hal yang belum tentu dimiliki jiwa lain kebanyakan. Pertama LEBIH, dan Kedua MENCOBA.

Aku punya banyak sahabat. Dari masa kecilku yang bodoh di tepi kota . Hingga sahabat yang lebih mengenalku dari pada ayah atau bunda. Semua berbeda. Hingga kusadari satu kesimpulan yang sederhana. Mereka punya takdir yang membawakan suatu hikmah padaku melalui hidupnya.

Bicara soal sahabat dan harta makna sahabat aku memulainya dengan kata LEBIH. Dari kamu sahabatku, aku melihat adanya hal-hal yang LEBIH terbuka dan mudah diucap dibanding dengan yang lainnya. Kamu dan aku tak pernah harus memperhatikan tutur kata. Karena keyakinan dalam diri kita bahwa kita saling mengerti adanya. Namun buktinya kamu pernah sakit hati padaku, dan saat itu lah sifat kedua sahabat mengemuka. MENCOBA. Mencoba memahami bahwa ucapnya tidak seburuk maksudnya. Dan MENCOBA menyesali atas apa yang telah diucapkannya.

Perjalanan yang terbilang singkat ini mengajarkanku satu hal. Kamu tidak akan punya kesamaan denganku secara mutlak. Kesamaan kita hanyalah hal-hal unik yang kita sombongkan bersama di mata angin sepoi-sepoi dan dunia mimpi kita. Kesamaan yang memungkinkan kita SALING menghargai dalam sebuah atau lebih dari satu PERBEDAAN.

Aku suka bertumbuh bersamamu. Berpeluh bersamamu. Apa alasannya ? Karena dua hal tadi. Kamu LEBIH jujur. Kamu LEBIH terbuka. Dan Kamu lebih MENCOBA berbuat yang terbaik bagi mereka yang ada. Walau kadang kamu LEBIH mengesalkan dari manusia biasa. Kamu LEBIH ingin dimengerti, dan itu giliranku untuk LEBIH MENCOBA memahami bukan ? dan begitulah seterusnya.

RASA : Mengapa harus menyembunyikan sebuah kejujuran ?

Ketika kita sama-sama tumbuh dewasa. Ketika kita mulai punya cerita yang tak biasa tentang rasa kasih kita pada mereka di luar sana . Ketika kita mulai menebar mimpi ‘akan jadi apa kita nantinya ??’

Semua itu jadi satu kesatuan bulat yang unik. Ceritamu mengalir tentang bagaimana kamu ingin menjadi besar dan menjadi kebanggaan orang-orang dimana tempat kamu dilahirkan. Sedang aku berbagi mimpi tentang bagaimana harta dan bahagia bisa selaras berjalannya. Prosperity kata pepatah Cina.

Aku belajar daripadamu mengenai bagaimana kehilangan itu adalah ilmu yang berharga. Aku mencoba berbagi padamu, bahwa kebahagiaan itu mahal dan tak sederhana. Karena Ayah menempaku dengan pedang untuk menjadi kesatria.

Kamu tidak segan-segan meringis ketika kamu merindukan semuanya. Aku tak segan tersedu ketika lelah dunia menerpaku.

Intinya kita telah berbagi kejujuran itu. Kejujuran yang terlalu mahal untuk dibeli pengobral berita. Ketulusan dan keluguan yang terlalu kasar bila harus di nodai oleh keinginan memiliki dan menguasai semata.

Hingga aku berpikir kamu berharga untuk pergi begitu saja dari kehidupanku nantinya. Dan aku memberanikan lancangku untuk mengusik kesendirianmu yang syahdu. Mengusik tenang ranamu yang sedang mencari arah hidupmu raih mimpimu.

“Kenapa ? Apa yang salah sebenarnya ?” tanyamu.

Tidak. Tidak ada yang salah darimu. Kamu hanya pribadi tulus yang tulus mendengar dan tulus memberi. Dan aku hanya seorang sahabat yang ingin bertumbuh lebih jauh bersamamu. Bergumul mengenai bagaimana Tuhan membahagiakan manusia selebihnya. Bagimana Tuhan membiarkan dua pribadi berbeda yang kebetulan punya banyak kesamaan baik dan buruk menjadi satu untuk belajar lebih dari itu.

Kalau boleh aku mengungkap tanya “mengapa harus menyembunyikan sebuah kejujuran ?” Toh aku takkan berubah karena menjadi jujur. Aku tak ingin menyembunyikan apapun buat dia yang biasa mendengar ceritaku dengan tulus. Aku takkan berusaha mengubah kata sedikitpun buat orang yang memang tahu buruknya aku.

Karena kalau masalah title juara atau pecundang itu bukan masalah toh untuk seorang sahabat ? Karena sahabat itu LEBIH dan MENCOBA. Termasuk mengasihi tentunya.

Karena harusnya Sahabat yang mengasihi adalah sahabat yang tetap jadi sahabat apapun dia posisinya. Berarti LEBIH MENGERTI, MEMAHAMI dan MENCOBA membahagiakan sahabatnya. Bukan begitu seharusnya ?? Apalagi dengan sebuah kejujuran kata.



SETIA : Mengerti & mengenali sepenuhnya

Ketika aku berpikir dan merasa aku mulai menempatkan dirimu di tempat yang agak berbeda, sebenarnya aku sedikit riskan untuk maju lebih kedepan. Kenapa ? Karena aku takut hal ini benar terjadi. Karena aku tak ingin ada yang hilang dari yang ada. Aku tak ingin ada kesenjangan. Karena dikepalaku sahabat itu abadi sama seperti apa yang kamu katakan. Kamu takutkan.

Kalau kamu bertanya sebabnya, ntah apa yang membuat mulut ini berucap dan niat ini penuh ketika itu. Mungkin seperti kata orang, Apa yang harus dilakukan toh akhirnya akan dilakukan. Aku kembali hanya mensederhanakan semua. Berucap dengan kejujuran, menerima keadaan dengan ketulusan. Dan memperjuangkan kebersamaan.

Tenanglah hai kamu yang kukasihi. Kebersamaan yang kumaksud disini bukan ikatan yang mutlak dan kuno. Ikatan ini adalah dukungan. Untuk maju bersama. Kebersamaan yang ada di imaji adalah bagaimana seorang sahabat menjadi lebih mengerti sahabatnya. Sahabat yang lebih nyaman untuk jadi tempat berbagi bagi lainnya. Intinya sama LEBIH dan MENCOBA. Hanya mungkin aku harus menggaris bawahi kesetiaan sebagai sesuatu syarat dari sebuah tawaran.

Mungkin aku berpikir terbalik. Ketika kamu takut kehilangan murninya persahabatan, aku malah berpikir tidak demikian. Karena aku yakin persahabatan itu kokoh.Mungkin disini kita harus dihadapkan pada sebuah perbedaan (yang semoga mendewasakan kita di waktu kemudian).

Kebersamaan yang murni itu di visiku adalah bagaimana selalu mengerti dan mengenali sepenuhnya.. Soal apa yang aku tawarkan itu murni sebuah kejujuranku. Bahwa tak kupungkiri adanya rasa sayang itu. Tak kupungkiri aku tak ingin kehilangan kamu. Namun kalau aku harus memilih antara title dan kebersamaan. Aku lebih memilih yang kedua.

Yang dipikir dan di imajiku saat itu mungkin begini. Aku mempunyai seorang sahabat yang ntah kenapa aku ingin berbahagia bersamanya. Aku merasa orang yang ada dihadapanku adalah orang yang paham benar menghadapi orang bebal macam aku, dan aku butuh itu untuk tumbuh. Kuharap kamu juga membutuhkan itu juga.

Aku tidak menawarkan kenyamanan, namun bagaimana kita mencoba meresearch sebuah kesejahteraan bersama. Akupun tidak bergaransi tidak akan mengesalkan. Tapi aku mengajak kamu untuk mencoba mengenal kehidupan lewat pergumulan satu tujuan. Bukan untukku saja, bukan untukmu saja. Tapi untuk bisa mengerti benar siapa kita sebenarnya.

Bebaslah terbang bersama mimpimu. Berkreasilah dengan keyakinanmu yang teguh. Aku hanya ingin ada dibelakangmu, dan menjadi tempat dimana kamu juga ingin kembali pulang. Selebihnya, kalau boleh sebagai manusia aku berharap sebuah kasih, yang ungkapnya kembali pada kreasimu yang mengasikan. Diikat dengan sebuah tali setia. Selebihnya… aku tak bedanya dengan sahabatmu seperti biasanya, ingin mendengarkan, dimarahi, dan memarahi agar orang yang ada di hadapanku ini menjadi lebih baik lagi, dan lebih bahagia lagi hanya dibumbui setia bila kau ingin jadi pendampingku.

SELAMANYA : tak berubah tulus adanya.

Aku tahu kini semua sudah adanya begini. Aku tak tahu apakah semua bisa paling tidak kembali seperti semula. Kuharap tentunya begitu. Namun ketahuilah, bahwa apa yang ada selama ini tulus. Yang kubuat selama ini bukan karena untuk mendukung rencanaku mengucap itu. Bukan dengan imbal embel-embel cinta yang basi diucap usia-usia ini.Tak satupun kuharap berbalas bila orang menyebut itu jasa. Aku lebih suka menyebutnya ungkapan tulus untukmu. Datangnya dari rasa ingin yang sejati. Tak meminta balasan sedikitpun, karena apa yang secara sadar ataupun tidak kau beri telah bahagiakan aku dan sudah cukup begitu.

Aku berharap kita masih terus bisa tertawa dan berbagi. Sebagai sahabat hati, bukan soal title disini. Ntah dengan gombalisme atau dengan ketulusan yang membuat hati siapapun luluh. Tapi harus kuakui sebagai lelaki aku jelas berharap kamu jadi pendampingku. Namun bukan memaksakan itu. Karena kata orang (dan aku setuju itu) Bahwa rasa kasih yang paling besar adalah berbahagia untuk yang kamu kasihi. Dan berarti kenyamananmu adalah utamaku. Dan akan terus begitu.

Selamanya di mindsetku kamu tetap salah satu cerita special dalam hidupku. Kamu adalah bagian dari terapi syukur panjangku. Selamanyapun aku tetap aku. Mendukungmu dengan apapun yang bisa kuberikan dengan tulus dan mampuku. Dan menjadi telinga terakhir sebelum Tuhan dalam doamu.

Yah…aku kini hampir usai menulis ini. Dengan tanya tak berjawab ada apa denganmu. Bila kau pergi karena semua ini mengusikmu, maafkan aku. Bila kamu takut kehilangan sahabatmu ini, tenanglah…aku tak seburuk itu dan akan tetap ada disini apapun putusanmu.

Karena yang aku cari bukan dia yang bisa kugandeng dan kujadikan hiasan jubah kehidupanku,sebab buatku kecantikan adalah bonus dari kehidupan. Yang aku impikan adalah bagaimana aku dan dia sahabatku bisa bergumul atas kehedak Tuhan yang kudus atas aku dan kamu. Bagaimana aku menuju mimpiku dan kamu mendengarkan keluhku. Bagaimana kau gapai citamu dan aku jadi penasihat sejatimu. Bebas dan bertanggung jawab atas diri, iman dan kasih. Bebaslah menjadi dirimu dengan setia itu. Satu tujuanlah denganku dalam satu hal mewujudkan firman atau aku dan kamu. Hanya itu…


Selebihnya aku tetap sahabatmu…begitu di mataku…

Seperti Adanya


Aku...
aku tak ingin ini semua berakhir disini adanya
karena aku bersungut-sungut untuk terus ceria bersama
dan kuharap selalu begitu...

Saya...
bukan aku ingin mengusik rana nyaman yang telah ada
namun inginnya aku bisa berbagi bukan sekedar tawa
namun memahami luka untuk menjadi tangan Tuhan bagi masing-masing jiwa

Aku berbahagia di waktu sejenak kita dapat saling berbagi
aku bersyukur, bahwa masih ada telinga dan ucap yang mendewasakan hati
dan aku memang berharap ada secercah harapan untuk melangkah bersama ke masa nanti
namun puteri....

bukan...
bukan kamu yang harus hilang lalu pergi...
karena semua yang ada itu adalah cukup dan tak ingin aku kurangi...
soal bagaimana kemasa depan kamu sudah tentunya paham...

karena aku menyayangi untuk bertumbuh dan bukan sekedar memiliki
sebab hidup ajarkan aku bagaimana harusnya mengerti bukan hanya memiliki
karena, toh semua pergumulan masih panjang ke awang masa yang akan datang
maka itu kuajak kamu menatap kesana dengan keberanian seadanya...

selebihnya jangan berubah sahabat hati...
jangan kurangi tawa dan kebodohan bersama kita di tiap hari...
karena kamu memang akan sangat berharga bila menemani hingga akhir nanti...
namun aku sangat bersyukur dan bahagia, kalaupun begini adanya...
seperti adanya...

Kecupan dari yang luka



(sebuah alasan berbuat lebih banyak untuk Istana)

Ditengah lelap mata lautan mimpi
Aku terusik pelan, tersadar ketika dingin berkurang di raga ini…
Selimutku jatuh…dan ada yang membenarkan letak tidurku dibawah hangat itu…
Ntah kenapa hatiku terbangun saat itu….
Dan meringis ketika kecup kening itu datang sebelum tertutup pintu…
Dari dia yang dilihat Dunia…
Keras dan bermuram durja kerjanya….

Dia tak tahu aku terbangun saat itu
Mata memejam menikmati keindahan…
Hati ikut muram tanda penyesalan ?
Ntahlah…yang jelas baiknya ubah persepsiku….

Diselingan seruput minuman hangat pagi yang biasa…
Ketika ntah kenapa aku ingin sekali bicara tentang semua
Dan kami mampu berbagi lebih dari sekedar kebenaran yang angkuh…
Kami jujur untuk saling membangun gapai cita yang pernah runtuh…

“Mungkin aku sudah lelah”
Aku lelaki tua yang mulai jujur hatinya renta…
“mungkin kini aku bisa berbagi untuk jadi kita, Ayah…”
Ntah darimana inspirasi mulutku menjawabnya

Namun semua telah bawaku ke pagi yang lebih berhikmah…
Pada pagi yang lebih bijaksana…
Walau mungkin ini baru awal mula…
Semoga kejujuran dan kepedihannya tak sia-sia….
Karena kecupan kasih dari lukanya…
Karena kejujuran rendah hati dari image pemimpin besarnya
Adalah suatu yang harus kukembalikan dengan sepenuh talenta….

Mungkin bukan untuk masa ini…
Mungin bukan untuknya secara nyata…
Namun takkan kubuat dia sesali semua…
Akan kubuat dia tersenyum ceria atas apa yang terjadi padaku wahai Dunia….

Karena aku tahu kini…
Tuhan tidak sembarangan taruh aku atau kamu di hidup yang begini…
Dia tahu dia mengirimkan yang mampu hadapi…
Itu PASTI !

Tuhan memberkatimu !
Selalu !