Taat (Sampai akhirnya Kau dapati aku tetap setia)

Ruangan ini penuh sesak sekarang, namun aku bisa melihat masih ada puluhan, bahkan ratusan orang diluar pintu mencoba ingin masuk. Mulai dari peminta-minta, gelandangan, masyarakat pada umumnya, hingga para pembesar negeri berusaha masuk kesini. Semua ingin mendengarkanNya atau berharap hidup mereka bisa jauh lebih baik setelah berada di dekatNya. Dia, Dia tak jauh dariku, Dia ada ditengah ruangan sedangkan aku di sudut berjendela ruangan ini.

Sebenarnya siapa Dia?” Tanyaku dalam hati. Dia sendiri tampil sederhana, dengan pakaian yang tidak jumawan namun pantas dipandang mata. Memang Dia berbicara dengan wibawa yang tak biasa, Dia bicara seakan apa yang dikatakanNya akan terjadi sepersekian detik setelahnya. Dia bicara tentang banyak hal, banyak hal yang mampu menguliti selubung pemikiran yang membatu dari orang-orang yang ada disekelilingNya.

Semua tampak khusuk, mendengarNya, memperhatikanNya, hingga Prak !!! Tiba-tiba saja atap dari kayu berselimut jerami itu dibuka pelan-pelan. ujung-ujung paku pengaitnya dicongkel hingga warna cerah langit mulai menyelinap masuk keruangan yang mulai penuh sesak ini. Kurasa, atap itu terpaksa dibongkar, karena pintu masuk ruangan ini sudah terlalu sesak untuk dimasuki, apalagi dimasuki sebuah tandu.

Usai atap itu terbuka cukup lebar, beberapa orang mulai masuk dari atap, lalu orang lainnya mengarahkan tandu itu ke orang-orang yang sudah masuk lebih dulu. Hingga tandu itu bisa benar-benar masuk. Diatasnya ada seseorang yang sudah sangat lemah, memanggil namaNya. Suaranya parau, seakan sebelum mati dia berharap bertemu denganNya.

Nabi besar itu lalu berhenti bicara, Dia sudah tahu sepertinya akan kehadiran tandu itu dari atap. Dia mengarahkan pandanganNya pada tandu itu. Lebih-lebih orang mulai gaduh dan terganggu akan datangnya tandu itu. Tak heran memang, baunya busuk, dan jelas akan menyita banyak tempat yang menambah sesaknya ruangan ini. Lalu Ia tiba-tiba berkata “Biarkan tandu itu mendekat” Lalu semua orang yang ada didalam yang tadinya menolak kehadiran tandu itu dan orang diatasnya karena jijik akan borok-borok di tubuhnya itu akhirnya membantu mengarahkan tandu itu mendekat ke pusat ruangan.

Akhirnya tandu itu mendarat tepat disamping Nabi besar itu duduk. Sang Nabi lalu berkata padanya “Apa yang kamu kehendaki supaya Aku lakukan atasmu saudaraKu?” Dengan sisa suaranya orang diatas tandu itu berkata “Asal boleh menjamahMu aku pasti sembuh” lalu orang diatas tandu itu terdengar terbatuk-batuk keras dan lama, hingga dia tersengal-sengal napasnya.

Lalu Nabi itu hanya berkata pada orang yang diatas tandu itu “Karena imanmu, maka apa yang kamu harapkan sudah terjadi!” Semua orang yang mendengar itu terdiam, ruangan tiba-tiba hening menanti apa yang akan terjadi.

Lalu orang yang diatas tandu itupun mencoba untuk mendudukan badannya yang tersisa tulang dalam kulit itu…..dan ia, sukses duduk sendiri! dengan tumpuan dirinya sendiri!.. Belum puas dengan duduknya, dia mencoba untuk berdiri. Dia berpegangan pada meja didekatnya untuk mencoba berdiri..sempat sedikit terhuyung dan hamper jatuh, orang itu berpegang pada sang Nabi. Lalu seakan mendapat kaki-kaki baru ia langsung melompat dan berdiri tegap. Ia memandang Sang Nabi seakan takjub namun tak bias berbicara apa-apa.

Sang Nabi hanya tersenyum tipis menjawab pandangan bisu orang lumpuh yang berdiri itu. Dia mendekat ketelinga orang itu. Dia membisikan sesuatu. Dan orang lumpuh itu mengangguk seakan tanda mengerti. Ruangan masih sunyi saat itu, semua orang memusatkan perhatian pada apa yang selanjutnya akan terjadi pada orang itu, atau apa yang akan Sang Nabi lakukan.

Orang yang tadinya lumpuh itu akhirnya mengangkat sendiri tandunya yang kosong. Dia berjalan keluar melalui pintu. Sebelumnya dia memberikan anggukan pada Sang Nabi, Dan akhirnya berita mukzizat itu menyiar hampir ke seluruh penjuru.


Suatu sore kelabu yang sepi, di depan bangunan tempat mukzizat itu terjadi kemarin,


Kulihat ada seseorang menyeret setumpukan jerami kearah bangunan itu. Karena bangunan itu tak seberapa jauh dari rumahku, semua mudah terlihat dari sini. Oh ya, bangunan itu sebenarnya adalah sebuah gedung pertemuan sederhana. Dulunya bangunan itu bekas penginapan, namun karena daerah kami adalah daerah yang sepi maka penginapan itu tak laku dan dibiarkan kosong oleh pemiliknya, hingga masyarakat memakainya.

Aku merasa tak asing dengan orang itu. Dia..dia…orang yang tadinya lumpuh itu…yah…itu dia…namun apa yang dia lakukan? Dia naik keatap yang bolong tempat tandunya kemarin dimasukan ke ruangan itu. Dia menaruh jerami-jerami itu, memakunya..dia memperbaiki atap itu..Kuberanikan diri untuk menghampirinya. Aku ingin tahu kenapa dia berbuat demikian. Toh bukan salahnya atap itu harus dibongkar bukan?

“permisi, Anda yang kemarin ada di tandu kan? Kenapa anda kembali untuk memperbaiki atap ini?” tanyaku. Ia menoleh padaku, tersenyum sebentar, lalu turun dari atap yang setengah sudah tertutupi jerami baru itu. “memang bukan kehendak saya atap ini harus rusak, tapi kalau tidak melalui atap ini saya tidak akan sembuh bukan? Anggaplah atap ini adalah jalan saya bertemu denganNya. Apalah artinya jika tanggung jawab perbaikan atap ini dibebankan pada saya apakah itu sebanding dengan sebuah kesembuhan?” tanyanya balik padaku.

“Yah, anda mungkin benar. Tapi kenapa atap ini yang anda perbaiki setelah anda sembuh?” tanyaku padanya. Lalu dia menjawab sambil kembali keatap “Kamu lihat ketika Dia membisikanku sesuatu? Dia hanya berkata, mulailah dari hal-hal yang terdekat untuk kamu perbaiki, mulailah untuk merapikan apa yang harus dirapikan. Aku memberi kamu kesembuhan, namun yang memberikan kamu kesadaran adalah dirimu sendiri. Aku ini datang kedunia untuk menyembuhkan, namun yang bisa selalu sehat adalah mereka yang yang berusaha menjaganya setelah sembuh dan Aku memberkatimu untuk itu, itu katanya”