Terapi Syukur : Menikmati Tujuan



Terminal 2 Lounge, Soekarno Hatta

Saya sedang menunggu boarding ketika menulis tulisan ini. N'tah kenapa terbersit oleh saya untuk menulis disini. Yah, setidaknya seperti biasa 'hanya ingin berbagi'.

Kata seorang bijak. Kadang kekayaan,ketenaran, atau apapun yang mensimbolkan keberlebihan seseorang tidak bisa menjadikan dirinya berbahagia. Para ilmuanpun kelihatannya akhir-akhir ini mencoba membuktikannya secara empiris. Namun mungkin saya dan anda bertanya, kenapa mereka (atau mungkin saya dan anda adalah bagian dari ketidakbahagiaan itu) tidak atau sulit sekali berbahagia ?


Analogi Pesawat Terbang
Meminjam analogi sebuah pesawat terbang, dan lagi-lagi hasil beberapa ilmuan yang sempat terbaca. Kecelakaan pesawat rupanya lebih sering terjadi ketika pendaratan. Dari atas ke bawah ! begitukah realita dalam kehidupan kita?

Yah..coba perhatikan kalimat tua. "Merebut juara akan jauh lebih mudah daripada mempertahankannya" Begitu pula prestasi-prestasi orang-orang berlebih bukan ? Ketika kita mengira dengan naik kelas, lebih kaya, lebih terkenal disama artikan dengan sudah layak untuk menerima dan memperoleh kenaikan/kelebihan itu. Nyatanya? Tidak ! sama sekali tidak. Seseorang yang SUNGGUH naik dan berlebih rupanya adalah orang yang paling sering dicobai, disusahkan, ditempa, namun tetap ada diposisinya atau malah naik ke atas.

Sedikit meminjam bahasa rubrik-rubrik olahraga "Juara Sejati = tak terkalahkan " berarti pilihannya hanya dua kan? Seri atau terus menang. Tidak pernah kalah !


Kecukupan ! Bukan dicukup-cukupkan.
Pasti sebagian kita langsung mengerenyit dahi ketika membaca tulisan saya. Mungkin dipikiran anda, 'ah orang ini pasti ingin mengajarkan orang untuk mensyukuri apa yang ada saja, orang kan akan jadi tidak punya fighting spirit kalau begitu' (ini hanya dugaan saya, dan mungkin saja salah). Namun saya tidak bermaksud demikian.

Seorang yang berhasil adalah obyek pembicaraan awal saya, dan rasanya tidak mungkin keberhasilan/keberlebihan seseorang timbul murni 100% karena keberuntungannya (paling tidak ada 1% sentuhan perjuangan didalam keberlebihannya itu bukan?) Jadi perjuangan atau saya lebih suka menyebutnya daya juang adalah hal awal yang mutlak disini.

Saya sangat setuju kalau cukup adalah benar-benar cukup, bukan dicukup-cukupkan. Terpenuhi, bukan seadanya terisi. Makan kenyang, bukan yang penting makan. itu menurut saya yang harus secara awal diperjuangkan.

Namun coba lihat dan renungkan. terpenuhi......kenyang.....adalah dua ukuran yang sangat variatif pada tiap orang..tergantung keinginan apa yang ingin dipenuhi...dan rasa lapar yang ingin dikenyangkan....

Ini yang harus dimiliki setiap orang dengan lebih terolah..lebih baik...sehingga ketika 'pesawat keinginan'nya terbang dia juga harus tahu caranya mendarat dengan kenyamanan hidup, dan selama terbang bgt menikmati pemandangan dan awan-awan kehidupannya dengan benar.


Waktunya liburan...Manfaatkan ! waktunya berjuang....carilah dimana yang dinamakan kenikmatan !
Sayang saya harus boarding sebentar lagi...sebenarnya ini yang ingin saya bagi dari tadi...bahwa bersemangatlah untuk memenuhi tujuan kita dalam segala hal, bukan soal sesukses atau seberhasil apa kita. Karena lihatlah kalau kita salah mengartikan keberhasilan sebagai sebuah tujuan, maka kita akan seperti pesawat yang bisa terbang namun terlalu lelah untuk mendarat.

Namun bukankah lebih baik kalau kita mampu menikmati dengan sempurna setiap apa yang kita lakukan? bagaimana bisa? karena setiap apa yang kita lakukan kita sadari sebagai keseimbangan. apa yang kita lakukan memiliki tujuan, yang bila berhasil kita syukuri, bila harus stop sampai disini, akan membuat kita lebih enjoy untuk lebih maju lagi..semuanya dinikmati..walau keberhentian atau kejatuhan mungkin akan menyakiti...

Sebab coba pikirkan hak siapa menjawab apa yang akan terjadi besok bahkan nanti selain Ilahi?? jadi berencana boleh, namun hari ini dan detik ini ada untuk dinikmati...bahkan bila itu dead line untuk esok hari kan???

Sekedar renungan. Kadang kita begitu ingin liburan karena riuhnya kerja atau usaha. kadang kita lupa berusaha ketika asyik liburan..kenapa bisa berkebalikan??? bukankah itu karena kita tidak fullfill setiap moment dengan kecukupan dan menikmati setiap tujuan ??

Ciaoooo.....

Terapi Syukur : Ungkapkan !

( Komposisi Kemauan, Kemaluan, Kebenaran & Kesalahan)

Mungkin banyak jiwa bertanya-tanya dalam dirinya "Kenapa saya tidak bisa menyampaikan ini/itu pada orang lain?" atau sekedar bergumam dalam diri "sebenarnya ini/itu yang saya maksud !!" Apakah jiwamu pernah begitu? Kenapa begitu ?

Meyakini sebuah kebenaran
Setiap aku ditanya olehnya "baiknya bagaimana ini? pilih 'A' atau pilih 'B' ?" aku selalu terdiam, dan kalaupun aku menjawab aku butuh waktu lebih lama dan lebih siap untuk menjawabnya. Walaupun jujur, dikepalaku tersirat sejuta pilihan jawaban, namun aku tak yakin ini benar, atau yang itu yang benar.

Aku terlalu takut salah..namun rupanya bungkam dan rasa takut itulah yang membuat aku kian salah dalam sebuah pengambilan keputusan. sungguh !

Ungkapkan saja ! jangan pernah takut salah ! itu rupanya hal yang terbaik dalam perjalanan. Dengan mengungkapkan, jiwaku mengambil tanggung jawab jika terjadi kesalahan. Jiwaku dituntut harus belajar lebih dan lebih agar kemungkinan kesalahan itu kian menipis, dan moga-moga habis...

Jangan lari adalah pilihan terbenar, walau mungkin akan menghasilkan suatu pilihan yang salah. tapi lagi-lagi, kesalahan hari ini adalah proses menjadi benar, namun itu akan lebih cepat matang bilamana kita berani mengambil tanggung jawab itu rupanya. tanggung jawab untuk meyakini sebuah kebenaran.


Mau atau tidak mau?
Ketika harus mengungkapkan suatu yang riskan, aku selalu kuatir, karena apa, ya karena aku tak menguasai hal itu. Aku terlalu awam akan hal itu. Namun sedikit menyambung simpul sebelumnya Ini soal kemauan bukan soal pengetahuan.

Pertama, ini soal kemauan untuk jujur mengakui keadaan. Bahwa kemampuanku hanya sampai disini. tidak kurang, tidak lebih.

Kedua, dengan menungkapkan ini berarti mengikrar diri untuk MAU lebih baik lagi.paling tidak dalam memilih hal yang sama dari hari ini.


Takut kehilangan ? kamu yakin?
Alasan orang paling klasik dalam tidak berani mengungkapkan adalah takut disalahkan/kehilangan.

Seorang anak akan mengumpatkan vas bunga yang pecah karena takut dimarahi ibunya. Seorang kekasih menyimpan ungkapan cinta pada sahabatnya supaya bisa terus bersamanya.

Aku sadar memang kehilangan dan dipersalahkan adalah hal paling menyesakan dalam dunia ini mungkin. Namun aku sadar satu hal..mungkin bgini ilustrasinya....

Anak kecil pemecah vas tadi tidak akan lebih hati-hati bila dia tidak dimarahi. Namun anak kecil itu akan jauh lebih berhati-hati dan sigap ketika secara sadar dia datang pada ibunya..jujur, baik dimarahi atau tidak 'memarahi' dirinya sendiri atas kesalahannya, ketimbang dia belajar menyembunyikan segala hal yang seharusnya mungkin tidak seburuk yang dia kira.

Sang kekasih yang mencintai sahabatnya, mungkin akan merana sepanjang hidupnya, apalagi melihat sang sahabat dimiliki orang lain, hanya karena ketakutan kehilangan, padahal dia juga akan kehilangan bila tak berucap. Bila saja dia berucap dan ungkapkan, pilihannya cuma dua juga bukan? sial..sial...dia ditolak dan benar-benar kehilangan (seperti halnya tidak berucap-walauwaktunya mungkin lebih cepat), atau justru dia peroleh apa yang sesuai dengan harapannya. jadi perbedaan mengungkapkan hanya masalah waktu bila hasilnya buruk, namun masalah keberanian bila hasilnya baik bukan?

Pilih mana ? Ungkapkan ? atau diam seribu bahasa ?

"sebab aku tidak akan tahu apa yang aku tidak tahu. Bila aku nantinya tahu pilihanku hanya dua bereaksi positif...atau bereaksi negatif untuk suatu hikmah yang positif..." - Christopher Reginald