Mencintai


Seorang miliarder lanjut usia sekarat dalam usianya yang hampir 100 tahun. Dalam perjalanan hidupnya dia selalu memperoleh apa yang dia punya. Harta, Istri yang cantik, anak-anak yang pandai dan menurut, dan hidup yang menyenangkan. Ia puas benar dalam hidupnya, hingga ia kehilangan semuanya. Istrinya meninggal puluhan tahun yang lalu. Anak-anaknya berkelana dengan bisnis mereka keseluruh penjuru dunia tanpa pernah ingat pulang, dan hartanya kian lama kian habis karena kebutuhan dirinya dan anak-anaknya.

Hingga pada akhirnya, karena ketenarannya pada masa-masa akhir hidupnya, dia sempat diwawancara oleh sebuah koran lokal tempat dia tinggal, dan begini katanya...

Apa yang belum saya lakukan : menCINTAi

Anda boleh mengira saya punya segalanya, karena memang itu adanya. Namun saya lupa satu hal. 'mencintai'.

Dulu saya pikir ketika saya sukses maka akan lebih banyak kebahagiaan akan datang pada saya. Saya mengira dengan makin kaya istri dan anak-anak saya akan makin bahagia, namun saya salah. Istri saya meninggal lebih awal karena saya tidak sempat memberikan sedikit waktu untuknya. Saya hanya berharap dimengerti dengan kesibukan saya. Saya lebih menjadi saya yang 'take it or leave it', saya lupa saya tak pernah belajar memberi waktu, memberi pengertian tanpa harus dimengerti, itukah mencintai?

Ketika muda, saya merasa dunia bisa saya taklukan. Mimpi saya segudang untuk diberi jabatan, diberi kekuasaan. Semua akan memberikan segala apa yang saya inginkan. Pergi kerumah ibadah buat saya adalah buang-buang waktu. Sampai saya mulai tak bisa banyak bergerak karena kelumpuhan. Disana saya menemukan satuhal bahwa Tuhan mengajarkanku penantian tanpa akhir, kesetiaan. DIA tetap memberiku kesembuhan agar aku bisa berbahagia kembali. Semacam kesempatan kedua, padahal aku telah men'campakan'NYA dan melupakanNYA. Itukah Mencintai?

Dulu saya selalu berpikir memberi tanpa menerima adalah bodoh, namun ternyata saya salah. memberi yang HARUS menerima adalah pembodohan itu sendiri. Coba kutanya padamu, relakah kamu kehilangan separuh atau seluruh hartamu tanpa jelas? tidak bukan? Aku sempat tak bicara 30 Tahun dengan anak sulungku karena dia berbisnis dengan separuh uangku. dan ludes rugi Namun seorang petani kecil pengolah ladangku memberikan contoh padaku. Ketika anaknya ingin keperguruan tinggi, dia datang padaku dan berkata. "Tuan, bila berkenan bolehkah Tuan meminjamkan aku sekian besar uang, maka abdiku selamanya untuk Tuan" kupikir...apakah anak itu sampai ia begitu berharga? apakah anak itu pasti membalas kebaikan bapaknya? Tidak bukan...Jadi apakah mencintai itu ketulusan tanpa pamrih yang percaya? Kurasa orang yang bisa mencintai adalah orang yang sangat cerdas. Karena mencintai justru mempersiapkan kemungkinan terburuk dengan cara yang terbaik.


Yah..kalau aku boleh menyarankan untuk dunia. Berbahagialah kamu yang dicintai. Namun belajarlah mencintai. Karena dengan mencintai kamu bisa menghargai. Dengan menghargai kamu tahu bagaimana berlaku yang sebaik-baiknya secerdas-cerdasnya. Dan dengan berlaku sebaik-baiknya kamu tahu bagaimana rasanya gagal dan dibohongi. Dengan tahu rasanya gagal dan dibohongi kamu tahu dan mengaggumi kebangkitan dari kegagalan dan pengampunan sejati, dan dari kegagalan kamu belajar sejuta kemenangan serta dari pengampunan kamu belajar bersyukur diampuni olehNYA. Karena kemenangan dan pengampunan adalah pencapaian, dan pencapaian tertinggi adalah berkat dan pengampunan Tuhan bukan? dan Tuhan mencintai kita dengan memberikan kita kehidupan?

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." - Yoh 3 : 16
(adakah awalan 'di' yang disampaikan? atau Tuhan selalu memakai 'me'? itu kenapa saya sekarang memilih jatuh dan mencintai saja.)

No comments:

Post a Comment

Siapapun jiwa yang berucap, baiknya aku mengenalmu, dan kamu akan lebih pahami aku adanya