Banyak orang memulai suatu impian dengan sebuah rasa,imaji, atau apalah itu yang izinkan saya namai ekspektasi. Ekspektasi itu seperti semacam mahkluk yang ditelurkan oleh alam sadar kita yang ada diujung pohon-pohon harapan kita diatas sana. Hasil telur ekspektasi itu seperti seekor rajawali kecil yang ingin kita miliki, tujuannya...agar ketika besar nantinya rajawali itu akan membawa kita terbang kelangit tempat mimpi-mimpi kita selama ini kita anggap berada.
Pohon-pohon harapan
Anak kecil itu bermain dibawah rindangnya pohon kehidupan. pohon dimana mereka mengukirkan rasa hati mereka pada kulit pohon itu dengan semangat yang tak hilang, dan jadilah kulit pohon itu bernama memori.
Kian besar dan kian mengenal dunia, anak kecil itu mulai berani menengadah melihat kepucuk ujung pohon di atas sana. Dalam hati dia berkata "satu saat nanti akan kugapai ujung itu dengan tinggiku".
Tak setinggi yang dikira & tak setua yang dinanti
Hari demi hari anak itu terus memandangi pucuk pohon diatas sana. Dimana ia membayangkan ada telur emas yang jadi mimpi-mimpinya. Sampai datang seorang teman yang berusia beberapa tahun lebih tua darinya. Dia lebih tegap, lebih besar.
Si teman bertanya "apa yang kau cari dari pucuk pohon itu?" lalu dengan berbohong anak itu menjawab "tak ada, tak ada..hanya berandai-andai". Anak itu berbohong karena ia takut impiannya direbut oleh temannya yang lebih punya kemungkinan meraih pucuk pohon itu dengan tinggi badannya.
Waktu kian berlalu, dan usia si anak itupun tak muda lagi. Walau dengan semangat yang tetap membara, ia rupanya tak setinggi pohon itu pula, dan akhirnya ia mulai patah arah dan menyerah. Hingga teman lamanya yang kini sudah sama tingginya datang padanya dan berkata "masih berandai-andai juga?" Lalu, karena sudah menyerah anak yang sudah dewasa itu menjawab "Tidak, aku tidak berandai-andai lagi. aku melihat keatas sana karena aku mengira ada telur emas impianku diatas sana, namun aku takkan lagi tumbuh tinggi dan sampai keatas sana untuk mengambilnya"
Lalu, si sahabat menjawab. "Kau sudah besar dan kuat sekarang, kenapa tak kau tebang saja pohon itu untuk tahu apa yang ada diatas sana? atau kau pakai tangga atau bantuanku untuk keatas sana"
Mendengar ide itu, si anak itu berkata pada temannya "Baiklah, bantu aku menebang pohon ini. itu lebih cepat..lebih mudah..dan aku akan tahu segalanya" Dan merekapun menebang pohon itu dan tak menemukan apapun diatas sana, selain bekas goresan/ukiran di kulit kayu di pucuk atas pohon itu yang ditulis anak itu saat iya kecil dulu.
Lalu si sahabat bertanya "sudah kau temukan?" jawab anak itu "tidak, dan aku sungguh menyesal dan kecewa". "Kenapa?" tanya si sahabat?
"sebab lihatlah betapa buruknya jiwa ini beranggapan. Dulu aku beranggapan bahwa semangatku timbul karena aku punya tujuan dan pemikiran yang kuukir di kulit kayu ini. Aku berbohong padamu karena ketamakanku dan karena aku berpikir kalau kau tahu diatas sana ada telur emas kau yang dulu lebih tinggi dariku akan mencurinya. Dan sekarang, untuk mendapat kejelasan dengan mudah, kutebang pohon yang menemaniku selama ini dengan semangatku dikulitnya yang sudah ada di pucuk sana...apa yang benar kalau begitu?" Jawab anak itu.
Pohon-pohon harapan
Anak kecil itu bermain dibawah rindangnya pohon kehidupan. pohon dimana mereka mengukirkan rasa hati mereka pada kulit pohon itu dengan semangat yang tak hilang, dan jadilah kulit pohon itu bernama memori.
Kian besar dan kian mengenal dunia, anak kecil itu mulai berani menengadah melihat kepucuk ujung pohon di atas sana. Dalam hati dia berkata "satu saat nanti akan kugapai ujung itu dengan tinggiku".
Tak setinggi yang dikira & tak setua yang dinanti
Hari demi hari anak itu terus memandangi pucuk pohon diatas sana. Dimana ia membayangkan ada telur emas yang jadi mimpi-mimpinya. Sampai datang seorang teman yang berusia beberapa tahun lebih tua darinya. Dia lebih tegap, lebih besar.
Si teman bertanya "apa yang kau cari dari pucuk pohon itu?" lalu dengan berbohong anak itu menjawab "tak ada, tak ada..hanya berandai-andai". Anak itu berbohong karena ia takut impiannya direbut oleh temannya yang lebih punya kemungkinan meraih pucuk pohon itu dengan tinggi badannya.
Waktu kian berlalu, dan usia si anak itupun tak muda lagi. Walau dengan semangat yang tetap membara, ia rupanya tak setinggi pohon itu pula, dan akhirnya ia mulai patah arah dan menyerah. Hingga teman lamanya yang kini sudah sama tingginya datang padanya dan berkata "masih berandai-andai juga?" Lalu, karena sudah menyerah anak yang sudah dewasa itu menjawab "Tidak, aku tidak berandai-andai lagi. aku melihat keatas sana karena aku mengira ada telur emas impianku diatas sana, namun aku takkan lagi tumbuh tinggi dan sampai keatas sana untuk mengambilnya"
Lalu, si sahabat menjawab. "Kau sudah besar dan kuat sekarang, kenapa tak kau tebang saja pohon itu untuk tahu apa yang ada diatas sana? atau kau pakai tangga atau bantuanku untuk keatas sana"
Mendengar ide itu, si anak itu berkata pada temannya "Baiklah, bantu aku menebang pohon ini. itu lebih cepat..lebih mudah..dan aku akan tahu segalanya" Dan merekapun menebang pohon itu dan tak menemukan apapun diatas sana, selain bekas goresan/ukiran di kulit kayu di pucuk atas pohon itu yang ditulis anak itu saat iya kecil dulu.
Lalu si sahabat bertanya "sudah kau temukan?" jawab anak itu "tidak, dan aku sungguh menyesal dan kecewa". "Kenapa?" tanya si sahabat?
"sebab lihatlah betapa buruknya jiwa ini beranggapan. Dulu aku beranggapan bahwa semangatku timbul karena aku punya tujuan dan pemikiran yang kuukir di kulit kayu ini. Aku berbohong padamu karena ketamakanku dan karena aku berpikir kalau kau tahu diatas sana ada telur emas kau yang dulu lebih tinggi dariku akan mencurinya. Dan sekarang, untuk mendapat kejelasan dengan mudah, kutebang pohon yang menemaniku selama ini dengan semangatku dikulitnya yang sudah ada di pucuk sana...apa yang benar kalau begitu?" Jawab anak itu.
"dengan bermimpi kita bersemangat, dengan mengerti kita makin giat, namun hati-hati membedakan nyata dan ekspektasi" - Christopher Reginald
No comments:
Post a Comment
Siapapun jiwa yang berucap, baiknya aku mengenalmu, dan kamu akan lebih pahami aku adanya