Malam boleh saja sudah merajai semesta. Jam dinding dengan angkuh mencoba memberi tahu aku bahwa sudah hampir dini hari pukul satu. Namun walau jujur raga ini lelah ingin rebah, ntah kenapa jiwa ini bergelora untuk berkata. Berkata tentang optimisme, Iman, dan Kamu !
Optimisme, kata orang "janganlah terlalu optimis, bila tak mau kecewa", namun pihak lain berucap "optimisme itu adalah ungkapan syukur yang harus selalu ada dalam hidup manusia". Mana yang benar ? Atau keduanya salah ?
Aku melihat Optimisme hari ini sebagai sarana untuk bangun dari hibernasi jiwaku. Optimisme adalah bara api mimpi yang mulai tertiup angin harapan yang mulai merah merona. Optimisme buatku adalah tanda peringatan bahwa aku pernah jatuh dalam. Peringatan yang semoga takkan membuat optimisme menjadi satu keangkuhan. Optimisme adalah bagian dari renungan dan doaku, karena dari optimisme ada kegigihan, yang bila disatukan dengan ketidak-angkuhan akan menjadi introspeksi yang tulus.
Iman, aku kini mulai menggali kuburan imanku. Aku mulai mencari kembali bagaimana cerita hidup dengan iman. Dalam perjalananku kini, aku seperti anak kecil yang belajar mengaji. Aku layaknya pemuda yang sedang menimba ilmunya sebelum layak di baptis. Kulihat dari sisi ini, iman rupanya adalah seala bentuk yang harus aku lalui atas hal baik, dan terutama yang buruk.
Kata orang "Iman dengan kenyataan itu sama namun berbeda. Bila kamu mampu beriman dalam kenyataan yang paling pahit sekalipun, maka kamu akan selalu bersyukur. Hingga imanmu menjadi semangat dan optimismemu" ......." Oh, ternyata Iman berteman dekat dengan optimisme"
Kamu, sulit sebenarnya harus menggambarkan kehadiranmu. Aku takut kata-kataku terlalu anggun sehingga muak dibaca manis gombal ni kata. Tapi baiklah aku harus selesaikan karya ini sebelum pagi datang menjelma.
Kata hatiku berkata, "Aku nyaman ada kamu disamping jiwaku". Kata pikiranku kepada hati "Dia telah mendewasakanmu lebih dari sekedar rasa dan kebahagiaan".... Kata mataku pada hati dan piiranku "Dia cantik..menarik..namun lakunya jujur, sehingga si mulut suka berkata 'perempuan bukan sih?' sambil tertawa"
Namun di balik semua itu, kamu adalah bagian tak terpisahkan dari optimisme imanku hari ini. Kamu adalah saksi dan 'tangan Tuhan' untuk menceriakan jiwa ini yang sempat lesu. Jujur aku tak mau kehilangan kamu. Dan jujur kesamaanmu dengan optimisme dan imanku adalah, bahwa kalian semua ada untukku karena Tuhan masih begitu mencintai aku dan kamu.
Hal yang membuatku bangkit mungkin, bukan dari dalam diriku semata, atau dari dirimu semata pula, namun karena kita sadar bahwa Tuhan begitu mencintai kita, dan menyisakan sepiring besar optimisme, hingga iman kita kenyang dan bisa bertumbuh lagi setelah lama sakit, dan Dia telah menghadirkan kamu sebagai nutrician jiwa yang baik adanya.
Optimisme, kata orang "janganlah terlalu optimis, bila tak mau kecewa", namun pihak lain berucap "optimisme itu adalah ungkapan syukur yang harus selalu ada dalam hidup manusia". Mana yang benar ? Atau keduanya salah ?
Aku melihat Optimisme hari ini sebagai sarana untuk bangun dari hibernasi jiwaku. Optimisme adalah bara api mimpi yang mulai tertiup angin harapan yang mulai merah merona. Optimisme buatku adalah tanda peringatan bahwa aku pernah jatuh dalam. Peringatan yang semoga takkan membuat optimisme menjadi satu keangkuhan. Optimisme adalah bagian dari renungan dan doaku, karena dari optimisme ada kegigihan, yang bila disatukan dengan ketidak-angkuhan akan menjadi introspeksi yang tulus.
Iman, aku kini mulai menggali kuburan imanku. Aku mulai mencari kembali bagaimana cerita hidup dengan iman. Dalam perjalananku kini, aku seperti anak kecil yang belajar mengaji. Aku layaknya pemuda yang sedang menimba ilmunya sebelum layak di baptis. Kulihat dari sisi ini, iman rupanya adalah seala bentuk yang harus aku lalui atas hal baik, dan terutama yang buruk.
Kata orang "Iman dengan kenyataan itu sama namun berbeda. Bila kamu mampu beriman dalam kenyataan yang paling pahit sekalipun, maka kamu akan selalu bersyukur. Hingga imanmu menjadi semangat dan optimismemu" ......." Oh, ternyata Iman berteman dekat dengan optimisme"
Kamu, sulit sebenarnya harus menggambarkan kehadiranmu. Aku takut kata-kataku terlalu anggun sehingga muak dibaca manis gombal ni kata. Tapi baiklah aku harus selesaikan karya ini sebelum pagi datang menjelma.
Kata hatiku berkata, "Aku nyaman ada kamu disamping jiwaku". Kata pikiranku kepada hati "Dia telah mendewasakanmu lebih dari sekedar rasa dan kebahagiaan".... Kata mataku pada hati dan piiranku "Dia cantik..menarik..namun lakunya jujur, sehingga si mulut suka berkata 'perempuan bukan sih?' sambil tertawa"
Namun di balik semua itu, kamu adalah bagian tak terpisahkan dari optimisme imanku hari ini. Kamu adalah saksi dan 'tangan Tuhan' untuk menceriakan jiwa ini yang sempat lesu. Jujur aku tak mau kehilangan kamu. Dan jujur kesamaanmu dengan optimisme dan imanku adalah, bahwa kalian semua ada untukku karena Tuhan masih begitu mencintai aku dan kamu.
Hal yang membuatku bangkit mungkin, bukan dari dalam diriku semata, atau dari dirimu semata pula, namun karena kita sadar bahwa Tuhan begitu mencintai kita, dan menyisakan sepiring besar optimisme, hingga iman kita kenyang dan bisa bertumbuh lagi setelah lama sakit, dan Dia telah menghadirkan kamu sebagai nutrician jiwa yang baik adanya.
Bull2, di malam di mana raga sudah lelah ingin rebah
what an honest statement of thing called thankful..
ReplyDeletehope u can feel it more and more,day by day with attendance of her...
-ibel