Matinya sebuah cita (3)

Hari ketiga tepat pada hari dimana pengorbanan adalah sesuatu yang tak tergantikan,
(mungkinkah ini sebuah titik cerah ?)


Pagi yang cerah ini kudibangunkan oleh dering suara janjimu, putriku. Sejenak aku terdiam, namun ntah mengapa pagi ini mengajakku lebih bersyukur akan setiap hela napas yang ada pada diriku. Apakah karena hari ini Jumat Agung ? atau hanya euforia sesaat yang lalu akan hilang ditelan hari-hari yang berlalu ?

Kuharap tidak, kuharap aku mulai menemukan kebabadian dari perjalanan hidup ini kedepan. Setelah memperoleh perbendaharaan
ikhlas dan sabar, mungkin kini saatnya kumulai untuk menjalaninya. menyelami kembali apa rasa dan hikmah dari ini semua.

Cita itu harapan katamu putri. Dan katamu, "Harapan tidak pernah mati", Semalam aku bertanya, "Apa iya harapan sebegitu tangguh untuk tidak mati ditelan remah-remah dunia yang tidak pernah seimbang ini ?" Lalu aku terlelap malam tadi. Belum memang kutemukan jawabannya, namun bolehkah aku menebak dengan iman seadanya di hari pengorbanan terbesar manusia ini ?

Harapan itu justru adalah yang membuat aku hidup ! Selama ini aku yang mati, bukan harapanku rupanya. Aku yang mematikan citaku dengan pesimismeku. Pesimisme bahwa aku akan tenggelam dalam kesendirian tanpamu, keraguan bahwa Tuhan akan memberikan hari-hari yang mengagumkan hari ini da esok lagi, dan aku malah meyakini datangnya kepedihan tiap pagi.

Teruslah menjadi harapanku puteri, karena daripadamu aku mengejar semua yang ada atas namaNya yang terlalu mencintai kita

2 comments:

  1. Apa yang kamu tulis, semuanya terlihat indah. Cara kamu mengungkapkan sesuatu, menilai sesuatu,memandang sesuatu...

    Tapi alangkah lebih indah kalau semua itu kamu ucapkan dengan tindakan nyata.

    Dan satu lagi, ga semua yang kamu pikir jelek itu bener-bener jelek. Mungkin cuma pandangan kamu aja!

    ReplyDelete
  2. Manusia hidup,karna pastilah ada pengharapan..
    itu mengapa manusia tetap bernafas,karna ada pengharapan hidup di detik selanjutnya..
    kalau kita berhenti bernafas,kita masih bisa hidup selama 2 menit,
    tapi ketika kita berhenti berharap...

    kita tidak bisa lagi dikategorikan sebagai seorang manusia yang "katanya" memiliki nurani..

    nurani dari hati,sedangkan hati adalah gambaran seutuhnya seorang manusia lebih dari sekedar raga yang tampak dari luar...

    semua cinta,cita,asa,impian,dan keinginan berasal dari pengharapan dan tersimpan rapi di dalam hati bahkan terkadang tanpa kita sadari...
    ketika pengharapan mati,
    akankah "hidup" dapat tetap kita panggil sebagai "hidup"?

    ReplyDelete

Siapapun jiwa yang berucap, baiknya aku mengenalmu, dan kamu akan lebih pahami aku adanya